Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Dewan, Aku Membela Kertas - 2

22 April 2019   07:35 Diperbarui: 22 April 2019   07:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.donisetyawan.com (edited)

            Kuhabiskan kopiku karena waktu skor sudah hampir berakhir, kereta kuda mulai masuk ke dalam area volksraad. Aku meminta kepada pria kuli panggul itu untuk menyebutkan nama, pekerjaan dan pendapatnya agar bisa dibawa dalam percakapan penting tak penting nanti. Namun dia menolak, karena dia berpikir selama Belanda tidak semena-mena ia tidak akan melawan. Dia mengatakan bahwa dirinya hanyalah pesuruh yang berharap hidup seperti biasa dan mengerti akan kebiasaan hidupnya.

            Untuk seorang pesuruh, dia bijak dan cerdas. Aku bahkan sampai lupa menanyakan : Kepada siapa dan apa yang membuat ia begitu bijak dan cerdas. Akh... sial !

           

            "ah dari mana saja kamu ? tak kelihatannya selama istirahat tadi." Ucap seorang anggota volksraad yang sempat memelototiku.

            "aku baru dari sebuah warung, dan tenang saja karena aku tidak kabur"

            Rapat dibuka kembali, chairman membacakan kemajuan dari rapat yang telah dijalankan sebelumnya. Tetap saja, pembredelan terhadap surat kabar yang seluruhnya pribumi itu adalah pemberangusan terhadap budaya kami. Lebih tepatnya memberangus lidah kami agar harapannya lidah kami bisa belajar sendiri untuk lebih panjang dan pucat seperti orang Eropa.

            Rapat mulai memasuki cek-cok antara orang eropa, non-eropa tak pribumi dan pribumi itu sendiri. Secara kebetulan van Limburg baru datang entah dari mana. Disitulah aku mulai bicara.

            "Tuan-tuan sekalian !" Lantangnya daku sembari melihat sedikit sang Gubernur Jendral meletakan dirinya pada singgasana.

            "Pembredelan itu penting bagi Hindia Belanda !, jadi saya sokong."

            "Apa hal anda berbicara seperti itu !?" Seorang dibelakangku mulai membentak ditengah keheningan serta diikuti dengan yang lainnya.

            "TENAAANG !" Teriak panjang van Limburg. "Saya datang kesini untuk mendengar nasehat kalian, bukan percakapan tak berujung. Berikan saja nasehat kalian !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun