Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soal Elektabilitas Ahok, LSI Denny JA Berbohong dengan Statistik?

18 November 2016   22:50 Diperbarui: 18 November 2016   23:05 3709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(megapolitan.kompas.com)

Ahok sudah “habis”. Inilah opini, dan kemudian fakta, yang hendak dibangun Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Tujuannya untuk mengatrol elektabilitas Cagub DKI lainnya,  Agus HY atau Anies Baswedan,  sehingga nanti tampil sebagai pemenang Pilgub DKI 2017.

Opini dibangun melalui survei elektabilitas, sedangkan fakta dibangun melalui rekayasa politik merujuk hasil survei itu. Dengan aktivitas seperti itu, LSI Denny JA bukanlah sebuah “lembaga ilmiah”, melainkan “perusahaan politik”. “Core business”-nya pemenangan calon kepala daerah sampai presiden.

Penetapan status LSI Denny JA itu penting terkait karakternya. Lembaga ilmiah boleh salah tapi tak boleh bohong. Sedangkan perusahaan politik boleh bohong tapi tak boleh salah.

Garis bawahi frasa “perusahaan politik boleh bohong” itu. Karena saya hendak tunjukkan indikasi LSI Denny JA telah “berbohong dengan statistik”, terkait klaim atau kesimpulan merosot atau anjloknya angka elektabilitas Ahok.

Pertama, pada bulan Oktober 2016 LSI Denny JA keluar dengan statetment “Ahok berpotensi kalah”. Dasarnya hasil survei LSI Denny JA yang menerakan angka elektabilitas 31.4 % di bulan itu. Angka itu memang anjlok drastis saat dibanding ke angka hasil survei Juli 2016 (49.1 %) dan Maret 2016 (59.3 %). Sepintas terbaca logis, tapi sebenarnya menyimpan kebohongan.  

Bohong karena angka Oktober sebenarnya adalah angka kontestasi Ahok dengan Agus dan Anis Baswedan. Sedangkan angka Maret dan Juli bukan angka kontestasi. Jelas konteks dan metodenya beda, sehingga tak bisa diperlakukan sebagai data “time series” untuk menyimpulkan arah atau trend perubahan pilihan politik responden. 

Selain itu survei LSI Denny JA bukan “panel study” yang menggunakan responden tetap (orang yang sama) di tiga titik waktu pelaksanaan survei itu. Metode “panel study” lazim diterapkan untuk melihat perubahan antar waktu pada suatu populasi. Tidak ada indikasi LSI Denny JA menggunakan metode itu.

Kedua, pada awal bulan November 2016 kembali LSI Denny JA merilis kemerosotan angka elektabilitas Ahok hingga menjadi 24.6 %, dari tadinya 31.4 % (Oktober 2016). Dua angka ini sama-sama angka kontestasi, sehingga sepintas terlihat valid, padahal menyimpan kebohongan juga. Bohong karena tak ada indikasi bahwa responden dua survei itu adalah orang yang sama, sehingga bukan “panel study” yang dapat melihat perubahan antar waktu. Kebohongan ini tidak tercakup dalam angka margin error.

Ketiga, paling baru, LSI Denny JA merilis angka elektabilitas Ahok sudah anjlok ke 10.6 % (pertanyaan terbuka) atau 11.5 % (pertanyaan tertutup, ada pilihan Agus dan Anies). (Kompas.com, 18.11.16). Angka itu diklaim sebagai angka elektabilitas Ahok pasca penetapan dirinya sebagai tersangka penodaan agama. 

Angka itu mengandung  kebohongan statistik karena surveinya dilakukan sebelum Ahok ditetapkan sebagai tersangka yaitu dalam periode 31 Oktober-5 November 2016. Data diperoleh dengan sebuah pertanyaan pengandaian “jika Ahok menjadi tersangka penodaan agama”. Jawaban responden “sebelum penetapan tersangka” jelas tidak valid digunakan untuk menyimpulkan elektabilitas “sesudah penetapan tersangka”. Sebab ada faktor sosial yang sangat mungkin berpengaruh, sehingga setelah melihat respon Ahok dan lingkungan sosial pasca penetapan tersangka, respobden yang tadinya antipati justru berbalik simpati.

Sebagai perusahaan politik, LSI Denny JA sah-sah saja melakukan kebohongan statistik untuk tujuan yang secara pragmatis benar yaitu memenangkan Cagub DKI “jagoan”-nya. Perusahaan politik itu sudah “sukses” di atas kertas  menghabisi Ahok di angka elektabilitas 10.6 %, dan secara “cerdik” menghubungkan fakta itu dengan fakta “Ahok tersangka penodaan agama”. Tinggal menyusun langkah-langkah taktis untuk meningkatkan “keterjualan komoditas politik” yaitu Cagub yang disokongnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun