Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Januari 2016, Menteri Pertanian Diganti?

10 Februari 2015   14:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:30 1534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14235540941406123019

[caption id="attachment_396019" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Baru-baru ini ramai diberitakan, kalau target swasembada pangan tahun 2015 tak tercapai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mencopot Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaeman. "Kalau enggak sanggup, ya sudah. Banyak kok yang mau jadi menteri," kata Jokowi di UPT Manggala Agni, Pontianak, Kalimantan Barat 20 Januari 2015 lalu.

Pesan Presiden Jokowi sangat jelas: Januari 2016 adalah deadline bagi Mentan Amran. Jika menurut perhitungan pada waktu itu target swasembada pangan 2015 tak tercapai, berarti harus diangkat seorang mentan baru.

Target swasembada pangan 2015 dengan demikian adalah “harga mati” bagi Mentan Amran.Tidak ada tawar-menawar lagi. Tinggal sebuah pertanyaan: mungkinkah target tersebut dicapai?

Target Mission Imposible

Bagi pemerintahan Jokowi, swasembada atau lebih luas kedaulatan pangan (swasembada surplus 10%) adalah soal “hidup-mati”-nya bangsa. Acuannya adalah pidato Presiden Soekarno,”[Soal Pangan adalah] Soal Hidup atau Mati” (Bogor, 1952), yang menegaskan“bangsa yang merdeka dalam arti merdeka yang sebenar-benarnya” adalah bangsa yang mampu mencukupi pangannya sendiri, tidak tergantung impor.

Karena itu, dengan fokus tiga komoditas pangan utama, yaitu padi (beras), jagung, dan kedelai, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan target swasembada yang tergolong mission imposible untuk tahun 2015. Dikatakan mission imposible karena existinginfrastruktur (irigasi, jalan) dan kelembagaan (perbenihan, perpupukan, penyuluhan, permodalan) pertanian pangan sebenarnya tidak memadai untuk mendukung pencapaian target.

Target yang dimaksud, sebagaimana dicanangkan Kementan, adalah produksi padi 73.4 juta ton GKP (setara beras 37 juta ton), jagung 20.9 juta ton, dan kedelai 1.78 juta ton tahun 2015.Mungkinkah mendongkrak kenaikan produksi padi 3.95% (2014: 70.61 juta ton), jagung 9.25% (2014: 19.13 juta ton), dan kedelai 93.48% (2014: 0.92 juta ton) dalam setahun?

Perlu Langkah Revolusi

Sejauh ini belum tampak adanya langkah-langkah revolusioner dari Kementan dalam rangka mencapai target swasembada pangan 2015 itu.

Untuk peningkatan produksi padi ada dua program utama yang bersifat reguler, yaitu pembenahan jaringan irigasi sawah 1.0 juta ha dan pencetakan sawah 1.0 juta ha.

Pembenahan irigasi perlu waktu sekurangnya satu musim tanam, sehingga untuk tahun 2015 hanya tersedia satu musim untuk menanami sawah “beririgasi baru” seluas 1.0 juta ha. Misalkan terjadi peningkatan produktivitas 3% (menggenapi angka dampak irigasi 16% menurut Bank Dunia) atau 0.15 ton/ha, maka dari luasan 1.0 juta ha akan diperoleh tambahan 0.15 juta ton.

Dari target cetak sawah 1 juta ha, yang operasional 2015 diperkirakan 0.5 juta ha untuk satu musim. Dengan produktivitas sawah baru-cetak 2.0 ton/ha, maka hanya akan diperoleh tambahan 1.0 juta ton padi.

Jadi, total tambahan dari dua program itu hanya 1.5 juta ton atau 2.12%, masih di bawahtarget 3.95%. Dengan kata lain, target kedaulatan pangan beras 2015 tak tercapai.

Untuk mencapai target peningkatan produksi jagung, Kementan mencanangkan program Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Tak jauh beda dari program sebelumnya (SLP2T), fokusnya pada intensifikasi untuk mendongkrak produktivitas jagung dari 4.9 ton/ha menjadi 5.35 ton/ha pada luasan sekitar 3.9 juta ha, sehingga diperoleh produksi 20.9 juta ton. Masalahnya di sini, kecuali tersedia benih unggul produksi tinggi secara memadai, mustahil mendongkrak produktivitas jagung sebesar 9.18% dengan teknologi “pengelolaan terpadu” (intensifikasi) existing.

Juga mustahil untuk mencapai target peningkatan produksi kedelai sebesar 0.86 juta ton (93.48%) tahun 2015. Andaipun luas panen menjadi 1 juta ha (2014: 0.6 juta ha), dan ini sulit,maka dengan produktivitas 1.5 ton/ha hanya akan diperoleh total 1.5 juta ton kedelai, defisit0.28 juta ton dari target. Untuk mencapai target, produktivitas kedelai harus 1.8 ton/ha, tapiprogram Kementan sekarang tidak diarahkan ke situ.

Jadi, berdasar perkiraan di atas, target swasembada pangan (padi, jagung, kedelai) 2015 kemungkinan besar akan gagal dicapai sehingga, merujuk ancaman Presiden Jokowi, Mentan terpaksa harus diganti.

Tapi, di luar program-program yang bersifat reguler tadi, sebenarnya ada dua langkah revolusi agribisnis pangan yang dapat ditempuh Kementan, untuk memastikan target swasembada pangan 2015 tercapai.

Pertama, penyediaan benih unggul murah dan cukup bagi petani. Penyebab utama rendahnya produktivitas pangan nasional bukan buruknya irigasi, kurangnya areal, atau kurangnya pupuk, tetapi karena rendahnya mutu dan ketersediaan benih unggul bersertifikat.

Dalam kasus padi misalnya, dari perkiraan kebutuhan nasional 350,000 ton benih, ketersediaannya hanya sekitar 43% (150,000 ton), padahal idealnya minimal 75%. Untuk sebagian besar mutu benih itu juga rendah, terbukti rerata produktivitas nasional hanya 5.1 ton/ha, padahal potensinya bisa 7.0 ton/ha.

Terkait penyediaan benih, Kementan harus mementahkan rencana pencabutan subsidi, lalu menetapkan harga benih murah (subsidi 75%) bagi petani operator yang mengelola sekurangnya 75% areal baku pangan. Untuk itu Kementan harus segera membangun sinergi dengan Kementerian BUMN (yang membawahi BUMN perbenihan), Kementerian Koperasi dan UKM (membentuk KUD perbenihan), serta Kementerian Desa (membentuk BUM Desa perbenihan).

Kedua, membangun kebun pangan modern berbasis komunitas. Swasembada atau kedaulatan pangan mempersyaratkan dukungan pilar entitas agribisnis pangan modern, tidak cukup dengan pilar “usaha tani keluarga” saja.

Kementan, karena itu, perlu bersinergi dengan Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Desa untuk membangun kebun pangan modern berbasis komunitas, dalam hal ini KUD dan BUM Desa sebagai representasi komunitas. Sinergi juga harus digalang dengan Kadin dan BKPM untuk memastikan perusahaan-perusahaan agribisnis anggota Kadin berinvestasi pada kebun pangan modern, khususnya jangung dan kedelai.

Memang tidak ada revolusi yang mudah. Tapi pilihan bagi Mentan Amran sungat terang: ambil langkah revolusi agribisnis pangan atau langkah turun dari kursi kabinet Januari 2016?(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun