Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"In Memoriam", Kerendahan Hati, dan Pertobatan Musikal

15 Juni 2025   21:20 Diperbarui: 16 Juni 2025   11:48 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konser Saint Paul Choir di Teater SMA Kusuma Bangsa, Palembang (Dok. Santica Sacra/Felix Tani) 

Wajah teduh Paus Fransiskus masih memenuhi layar LED yang jembar di panggung Teater SMA Kusuma Bangsa Palembang. Nomor In Memoriam baru saja usai dibawakan Saint Paul Choir. Memandang wajah damai mendiang Bapa Paus, mestinya rasa haru mengharu-biru hati. Lagu itu dipersembahkan dalam konser sebagai penghargaan, kenangan, dan doa untuknya.

Ada rasa kecewa menyelinap ke relung hati, atau mungkin rasa sedih yang lain. "In Memoriam harus menjadi puncak keharuan yang indah dalam konser ini.” Kata-kata Jay Wijayanto, konduktor cum pelatih musik itu terngiang di dalam kepalaku. Tapi janji itu belum terpenuhi dalam “konser kandang” (home concert) malam itu, Sabtu 7 Juni 2023.

Itu rasa kecewa yang kedua kali, setelah yang pertama pada 1 Juni di Medan. Waktu itu lagu tersebut batal dibawakan Christus Sacerdos Choir dalam konser di Wesley Methodist Hall.

Tapi bukan aku, melainkan Jay sendirilah yang semestinya paling kecewa dan sedih. Sepanjang menemaninya melatihkan musik liturgi di tiga Seminari Menengah – Christus Sacerdos Pematangsiantar, Santo Paulus Palembang, dan Wacana Bhakti Jakarta – aku jadi tahu, baginya In Memoriam adalah kekasih yang dicinta sejak pendengaran pertama.

“Tidak ada koor yang jelek. Yang ada pelatih yang jelek,” kata Jay pada pelatihan pertama, awal Desember 2024, di Aula Alverna, Seminari Menengah Christus Sacerdos. Dengan kasus In Memoriam ini, apakah Jay seorang pelatih yang jelek? 

Jawababku tegas: Tidak! Sebab masalahnya bukan semata soal teknis pelatihan. Perkara utamanya, ada syarat esensial “pertobatan musikal” yang belum sepenuhnya digenapi para penyanyi, baik seminaris maupun terutama non-seminaris yang diundang mendukung.

Petikan dari poster film
Petikan dari poster film "Les Choristes" (Miramax Film/Wikipedia)

In Memoriam

Komposisi In Memoriam gubahan Bruno Coulais, komponis Prancis, pertama kali kudengar saat menonton film Les Choristes (2004). Ini film bagus tentang pendampingan (formatio) anak-anak bermasalah di sebuah sekolah berasrama. Latihan paduan suara ternyata berhasil mengubah perilaku anak-anak tersebut menjadi baik. Mereka menjadi lebih percaya diri dan menghargai diri sendiri.

Lirik lagu itu sangat sederhana. Hanya pengulangan dua kalimat pendek: “Kyrie eleison” dan “Christe eleison” – “Tuhan kasihanilah” dan “Kristus kasihanilah.” Kedua kalimat itu adalah syair ordinarium Kyrie Eleison dalam Misa Kudus atau Sakramen Ekaristi Gereja Katolik.

Cukup dengan menjadi pencinta musik, seseorang pasti segera paham In Memoriam adalah komposisi dengan tingkat kesulitan tinggi untuk dibawakan. Tekstur polifoniknya terbilang kompleks tapi sungguh lezat. Bahkan saat dinyanyikan secara acapella.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun