Kamu baper?
Tarik nafas dalam-dalam. Dinginkan hati dan kepala. Jangan langsung julid.
Ini bukan tentang kamu dan tulisanmu di Kompasiana. Jadi tak ada alasan bagimu untuk baper.
Ini tentang aku dan tulisan-tulisanku di Kompasiana.Â
Suatu refleksi diri.Â
Aku sudah pernah bilang. Tulisan itu dwitunggal tubuh dan roh. Kesatuan struktur dan nilai. Â
Jika tubuh tanpa roh, maka itu adalah bangkai. Sedangkan roh tanpa tubuh adalah hantu.
Begitulah. Jika sebuah tulisan hanya punya tubuh, struktur, tanpa adanya roh -- nilai yang menjiwai -- maka itu adalah "bangkai literasi".Â
Bangkai literasi itu tak punya nilai positif. Jadi pupuk, tidak. Jadi sumber penyakit, iya. Dia akan menginfeksi jagad literasi. Menimbulkan pandemi disliterasi -- merujuk pada kondisi literasi yang terdeteriorisasi. Â
Kita membaca sebuah tulisan karena berharap mereguk suatu nilai darinya. Entah itu nilai informasi (baru), inspirasi, ataupun rekreasi.
Jika tak ada nilai yang bisa didapat dari sebuah tulisan, maka dia adalah bangkai literasi. Â
Persis, itulah yang membuatku risau.
Aku sudah menjalani tahun ke-9 di Kompasiana. Sudah menulis dan membagikan  1,745 tulisan, termasuk tulisan ini.
Dari jumlah itu, berapa persen yang benar-benar meruppakan tulisan? Dalam arti punya tubuh (struktur) dan roh (jiwa, nilai)?
Sepuluh persen? Itu 174 tulisan. Â Artinya 90 persen, 1,571 artikel adalah "bangkai literasi". Â Timbunan artikel yang tak punya roh. Tak ada nilai yang ditawarkan. Tak ada pula nilai yang bisa dipetik pembaca darinya.
Bayangkan. Betapa dahsyat kerusakan yang aku timbulkan pada sub-jagad literasi Kompasiana.
Aku khawatir telah menjadi carrier utama virus disliterasi yang akan merebakkan pandemi disliterasi di Kompasiana.
Sebuah refleksi -- yang bukan pijat -- dengan demikian menjadi kebutuhan untukku.
Bukan untuk kamu.
Karena itu, jangan baper, ya. (eFTe)