Juga ada dua pernyataan sesat logika tentang kemacetan di Jakarta:
- Masalah macet di Jakarta sudah ada sejak gubernur-gubernur sebelumnya dan tak ada yang mampu menuntaskannya.
- Masalah macet bukan hanya masalah Jakarta tapu juga kota-kota besar lain di Indonesia.
Mengapa sesat? Karena fakta banjir Jakarta sejak masa Hindia Belanda sampai masa gubernur-gubernur sebelum Pak Anies, dan juga fakta banjir di kota lain, bukan penyebab banjir di masa pemerintahan Pak Anies.Â
Lagi pula, dengan mengatakan itu, sama saja mengakui bahwa Pak Anies tak kebih baik kinerjanya dalam penanganan banjir Jakarta dibanding gubernur-gubernur sebelumnya.Bahkan tak lebih baik dari walikota-walikota yang kotanya kebanjiran, seperti Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Hal senada bisa pula dikatakan tentang penanganan masalah kemacetan di Jakarta. Pak Anies tak lebih baik dari gubernur sebelumnya dan bahkan para walikota kota-kota lain di Indonesia.
Sekarang tahulah kamu mengapa kami warga Jakarta, sekurangnya saya, merasa sedih akan ditinggal pergi Pak Anies. Sampai-sampai kami harus memohon, "Pak Anies, jangan tinggalkan kami".
Janji "Maju Kotanya Bahagia Warganya" itu yang bekum digenapi. Itulah yang membuat kami sedih.Â
Dua dari sejumlah ukuran kemajuan kota Jakarta adalah "minim banjir" dan "minim macet". Â Itu sudah cukup untuk membuat kami, warga Jakarta, bahagia. Karena cukup dengan dua hal itu saja, kami bisa terhindar dari kerugian, dan jalan rejeki kami lebih terbuka.
Tapi, Selasa 4 Oktober 2022, Jakarta masih dilanda banjir dan macet di banyak lokasi dan jalan. Berlebihankah jika saya merasa sedih ditinggal Pak Anies nanti 16 Oktober 2022?
Jadi ijinkan saya bersikap melankolis sekarang. Pak Anies, jangan tinggalkan kami, warga Jakarta, di tengah banjir dan macet. Atau, lupakah Anda, Pak Anies, pada janjimu sendiri? (eFTe)
 Â
Â
Â
Â