Intinya jangan melakukan suatu rapat jika bahannya belum siap. Juga jangan ikut rapat jika belum mempelajari bahannya.
Dengan begitu, rapat akan fokus pada bahan rapat. Sehingga tak akan bertele-tele tanpa ujung-pangkal.
Saya selalu menyiapkan bahan rapat yang menurut perkiraanku bisa selesai dibicarakan dalam tempo 2 jam. Atau jika diundang rapat, saya pasti baca dulu bahannya, dan sudah tahu mau ngomong apa.
Kepada teman-teman sekantor saya selalu ingatkan durasi rapat maksimal 2 jam. Dan kalau saya bikin rapat, selalu konsisten menutup rapat setelah 2 jam. Â
Mengapa maksimal 2 jam? Karena menurut pengalamanku, memasuki jam ketiga efektivitas dan efisiensi rapat mulai merosot. Konsentrasi peserta rapat mulai buyar dan daya pikir juga mulai jenuh.
Setelah 2 jam, peserta rapat biasanya sudah mulai saling bisik, saling kirim pesan lewat HP, dan keluar-masuk ruangan. Â Itu menjadikan jam ketiga dalam rapat berkurang efektivitas dan menjadi buang waktu (inefisiensi). Jam keempat pikiran peserta rapat sudah merantau ke luar ruangan.
Memang saya tak selalu bisa berharap rapat-rapat yang di-lead oleh divisi lain atau oleh direksi bisa disiplin maksimal 2 jam. Itu sangat tergantung pada kemampuan dan karakter pimpinan rapat. Ada yang tak siap, bertele-tele, suka curcol, dan melebar-lebarkan masalah. Hal-hal semacan itu membuat rapat berlarut-larut hingga peserta cemberut.
Saya tahu siapa direktur dan kepala divisi yang modelnya begitu. Karena itu kalau diundang rapat, saya selalu hadir dengan laptop terbuka. Memasuki jam ketiga rapat, saya akan mengerjakan tugas-tugas sendiri di laptop. Itu namanya praktek multi task by  accident.
***
Pengalamanku menunjukkan frekuensi dan durasi rapat bisa menjadi indikator kinerja perusahaan. Semakin sering dan semakin lama rapat-rapat, pertanda kinerja perusahaan sedang semakin "tidak baik-baik saja".Â
Atau sebaliknya, perusahaan yang kondisinya "tidak baik-baik saja" akan semakin sering melakukan rapat yang durasinya berkepanjangan.