Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mauliate, Amang Kapolri [Terimakasih, Pak Kapolri]

9 Agustus 2022   06:37 Diperbarui: 9 Agustus 2022   10:59 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (Dokumen Divisi Humas Polri via kompas.com)

"Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran." (1 Yohanes 2:21)

Berdasar kalimat di atas, sebelum ini saya telah menulis artikel "Pak Kapolri, Tidak Ada Kebenaran yang Berasal dari Kebohongan" (Kompasiana, 19 Juli 2022).

Artikel itu didasari keraguan saya, dan agaknya publik juga, terhadap keterangan awal polisi tentang peristiwa kematian Brigadir Joshua . Fakta Brigadir J tewas dengan luka tembak dan luka lain pada tanggal 8 Juli 2022, tapi rilis kepolisian baru keluar 11 Juli 2022, sudah cukup sebagai alasan untuk meragukan kebenaran keterangan awal polisi.

Sedangkal apakah logika saya, sehingga harus percaya pada cerita "tiga hari kemudian" seperti di bawah ini?

Nyonya PC, istri Irjen FS, ada di dalam kamar pribadi.  Tiba-tiba Brigadir J, supir pribadi PC, masuk dan melakukan pelecehan seksual.  PC berteriak. Tiba-tiba Bharada E muncul. Brigadir J menembak Bharada E.  Bharada E balas menembak. Terjadi tembak-menembak. Brigadir J tewas dengan lima luka tembak di tubuh. Bharada E selamat tanpa luka.

Tidakkah cerita itu terlalu sederhana dan linier untuk sebuah kematian yang "dirahasiakan selama tiga hari" (code of silence)?  Itu terdengar seperti sebuah outline skenario drakor atau sinetron lokal. Tidak logis tapi seru.

Bukan hanya saya, dan sesama warga awam lainnya, yang sulit menemukan logika dalam cerita itu.  Tapi juga Menko Polhukam Machfud MD dan bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Presiden Jokowi sendiri sampai tiga kali berpesan agar kasus kematian Brigadir J itu diusut tuntas dan transparan.  Pesan kali ketiga bahkan disampaikan dalam Ratas Kabinet.  

Mengapa Presiden Jokowi sangat serius? Karena kasus itu telah menjadi "titik kritis" untuk status kredibilitas institusi Polri.  Melesat naik ke zenit jika diproses secara "benar" atau, sebaliknya, terjun bebas ke nadir jika diproses secara "salah".

Temuan fakta-fakta  terbaru mengindikasikan bahwa "keterangan awal polisi" patut diduga sebagai sebuah "skenario karangan". Kuat dugaan kematian Brigadir J bukan akibat peristiwa tembak-menembak yang bersifat impulsif.  Tetapi akibat penembakan yang bersifat purposif.

Saya yakin, perkembangan positif pada pengusutan kasus kematian Brigadir J itu adalah buah kesungguhan Pak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap kebenaran.

Langkah-langkah Pak Kapolri saya pikir sudah tepat dan sistematis sebagai berikut:

  • Membentuk Tim Khusus Polri yang diketuai Wakapolri untuk mengusut tuntas kasus kematian Brigadir J.
  • Memastikan penerapan metode scientific crime imvestigation (SCI) dalam proses pengungkapan kasus kematian Brigadir J.
  • Menonaktifkan Kapolres Jaksel Kombes BHS,  Karopaminal Polri Brigjen HK, dan Kadiv Propam Polri Irjen FS, yang bersangkut-paut dengan "keterangan awal polisi" tentang kasus itu.
  • Melakukan ekshumasi atau otopsi ulang terhadap jasad Brigadir J.
  • Melakukan mutasi terhadap 25 personil Polri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dalam penanganan TKP kematian Brigadir J.  
  • Memberhentikan Irjen FS dari jabatan Kadiv Propam Polri.
  • Menetapkan Bharada E sebagai tersangka pembunuhan dan Brigadir RR sebagai tersangka pembunuhan berencana yang mengakibatkan kematian Brigadir J.
  • Melakukan penahanan kepaja Irjen FS terkait dugaan pelanggaran kode etik kepolisian pada proses penanganan TKP kematian Brigadir J yaitu di rumah dinas Irjen FS sendiri.
  • Melakukan pemeriksaan lanjutan kepada Irjen FS oleh sebuah tim yang dipimpin langsung Wakapolri.

Hasilnya sejauh ini sudah ada fakta-fakta baru yang menampakan titik terang kasus kematian Brigadir J. Secara garis besar untuk sementara dapat dirumuskan dugaan-dugaan terbaru sebagai berikut:  

  • Kematian Brigadir J diduga bukan akibat peristiwa tembak-menembak dengan Bharada E tapi karena penembakan secara sepihak.
  • Motif penembakan yang menewaskan Brigadir J diduga bukan upaya pembelaan diri Bharada E dan perlindungan kepada Nyonya PC.
  • Brigadir J diduga telah ditembak karena alasan tertentu tapi kuat dugaan bukan karena dia telah melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Nyonya PC.
  • Kematian Brigadir J diduga akibat tindakan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang.
  • Irjen FS selaku pemakai rumah dinas TKP kematian Brigadir J diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dalam proses penanganan TKP tersebut.

Sangat terang dan jelas bahwa "dugaan-dugaan terbaru" itu berbeda jauh, untuk tidak mengatakan bertentangan, dengan "keterangan awal polisi" tentang kasus kematian Brigadir J.

Dengan demikian bisa dikatakan dua hal berikut:

  • "Keterangan awal polisi" tentang kematian Brigadir J patut diduga sebagai sebuah "dusta" dan "tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran".
  • "Dugaan-dugaan terbaru" berdasar fakta-fakta terbaru adalah pasel-pasel (puzzles) kebenaran dan itu ditemukan "bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya".

Untuk dua hal tersebut, saya pikir sangat layak apabila kepada Kapolri kuta ucapkan terimakasih.

"Mauliate godang, Amang Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo." [Terimakasih banyak, Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.]

Berkat integritas, transparansi,  kompetensi, dan komitmen Pak Kapolri,  maka pengusutan kasus kematian Brigadir J sudah berjalan di jalur yang benar menuju kebenaran dan keadilan hukum. 

Pak Kapolri sudah memilih untuk membela kepentingan institusi Polri, bukan kepentingan orang per orang atau kelompok tertentu di tubuh Polri.

Izinkan saya untuk sekali lagi mengulang pedoman imani dan moral dalam pengungkapan kebenaran atas kasus kematian Brigadir J ini:

"Bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran."

Selamat bekerja Pak Kapolri. Mauliate.

             

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun