Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Poltak dan Perpustakaan: Pengalaman Sekolah Negeri dan Swasta

31 Mei 2022   21:53 Diperbarui: 1 Juni 2022   11:46 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pojok rak buku di perpustakaan pribadi (Dokpri)

Bagi Poltak, komik-komik silat dan novel cinta di kios persewaan itu adalah pengalaman literasi baru. Dari tadinya baca novel/komik karya penulis kelas dunia menjadi baca karya penulis lokal/nasional.

Poltak tak menganggapnya sebagai degradasi. Tapi pengayaan literasi. Membaca novel/komik lokal itu memberi pemahaman tentang alam pikir, khasanah khayal, di lingkungan bangsa sendiri. Hal itu melengkapi cakrawala lintas bangsa yang direguknya dari karya sastra penulis dunia.

***

Berdasar pengalaman bersekolah dan mengakses perpustakaan itu, Poltak membuat sejumlah simpulan sebagai berikut ini.

Pertama, membaca buku-buku non-fiksi merupakan pengalaman literasi yang memperluas dan memperdalam wawasan, mengembangkan imajinasi, dan meningkatkan pemahaman atas ragam budaya bangsa sendiri dan bangsa-bangsa lain.

Kedua, membaca buku-buku non-fiksi dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, dan karena itu kritis, engingat  kalimat, paragraf, dan batang tubuh karya fiksi sejatinya adalah penerapan logika. Karena itu novel dan komik, karya penulis dunia dan lokal, memiliki nilai yang setara bagi Poltak, diukur dari aspek logika.

Ketiga, sekolah swasta cenderung lebih unggul dibanding sekolah negeri dalam hal peningkatan literasi siswa, dilihat dari ketersediaan layanan perpustakaan yang berisi buku-buku fiksi.  Hal ini memang pengalaman subyektif Poltak. Tapi kecenderungannya memang demikian. Mengingat sekolah swasta, khususnya yang punya dana kuat, bisa membangun perpustakaan. Sedangkan sekolah negeri tergantung pada anggaran pemerintah.

Keempat, sekolah-sekolah di pedesaan tertinggal jauh dibanding sekolah-sekolah perkotaan dalam hal ketersediaan perpustakaan, atau akses terhadap perpustakaan. Karena itu bisa diduga tingkat literasi siswa di pedesaan lebih rendah dibanding di perkotaan.

Kelima, perpustakaan sekolah sebaiknya mengutamakan karya fiksi, karena buku-buku non-fiksi sudah menjadi buku wajib untuk mengasah IQ. Buku fiksi bagus  untuk mengasah kecerdasan sosial, EQ dan SQ. Khususnya untuk memahami budaya etnis dan bangsa lain, atau peningkatan literasi sosial-budaya.

***

Saya menggaris-bawahi soal peningkatan literasi sosial-budaya. Jenis literasi ini menentukan kemampuan seseorang menilai informasi secara kritis, seturut kaidah logika. Disamping juga mengajarkan orang tentang damai dan perang, cinta dan benci, kerjasama dan konflik, toleransi dan intolerasi, solidaritas dan egoisme. Dan lain sebagainya yang tak diajarkan buku teks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun