Sendiri menjelang sore. Poltak termenung di kebun kopi, di belakang rumah. Duduk di tanah, bersandar pada sebatang pohon kopi. Teduh di bawah naungan kanopinya.
Pemetikan biji  kopi dihentikannya. Keranjang wadah biji kopi teronggok di samping kirinya . Baru terisi separuh.
"Kasihan Berta. Â Tak bisa ikut darmawisata." Poltak membatin.Â
Ada rasa sedih, juga kecewa, di hatinya. Â Tanpa Berta, darmawisata kelas enam tak lengkap rasanya.
Tertayang di benaknya kejadian di ruang kelas enam tadi pagi.
"Anak-anak, ini hari terakhir penyetoran biaya darmawisata. Pak Guru harus bayar panjar ongkos bus dan kapal. Siapa saja yang belum setor?"
Gomgom, Marolop, Poibe, dan Berta tunjuk jari. Lalu berturut-turut Gomgom, Marolop,dan Poibe menyetorkan uang biaya darmawisata kepada Guru Arsenius.
Tinggal Berta yang belum bayar, sampai saat terakhir.Â
"Berta, uangmu belum cukup terkumpul, Nak?" Â tanya Guru Arsenius lembut.
Kedua mata Berta tampak berkaca-kaca. "Santabi, Gurunami. Amongku sakit. Uang tabunganku aku berikan pada Inong. Untuk bantu biaya pengobatan."