Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Etnosentrisme, Intoleransi, dan Penyepakan Sesajen Semeru

24 Januari 2022   06:56 Diperbarui: 24 Januari 2022   16:51 2251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi literasi toleransi (KOMPAS/DIDIE SW)

Karena sesajen dipahami HF sebagai bentuk kesyirikan, penyembahan kepada "tuhan lain" (selain Allah), maka di alam pikir HF sesajen adalah simbol penghinaan pada Allah yang disembahnya. Karena itu, sesajen harus dibuang, atau dipetlakukan hina dengan cara disepak.

Jelas bahwa HF telah bersikap etnosentris, menilai religi lain menggunakan ukuran-ukuran agamanya sendiri. Hal itu membuatnya jadi intoleran terhadap religi lain yang dianggapnya syirik atau mungkin juga musyrik. Intoleransi pada diri HF kemudian mengarah pada radikalisme, ditandai dengan aksi perusakan sesajen religi lokal.

Langkah Radikal Mengikis Etnosentrisme 

Di negeri ini, orang yang intoleran atau radikal dalam beragama bukan hanya HF seorang. Fakta HF membagikan video penyepakan sesajen ke beberapa grup perpesanan nenjadi indikasi adanya sejumlah orang lainnya yang sepaham dengannya.

Fakta intolerasi/radikalisme yang lebih luas dan variatif sudah menjadi catatan sejarah relasi antar umat beragama di negeri ini. Mulai dari penustaan dan pelarangan atribut agama lain, pelarangan ibadah, perusakan rumah ibadah, penolakan warga beragama lai satu sekolah atau pemukinan dan makam, pembunuhan umat beragama lain, sampai bom di rumah-rumah ibadah.

Aksi penyepakan sesajen adalah sesuatu yang kemudian bisa meningkat jadi pelarangan ritual kepercayaan asli lokal dan persekusi terhadap penganutnya. Jadi hal tersebut tak boleh dianggap remeh.

Seperti sudah saya bilang di muka, aksi HF itu bukanlah aksi tunggal yang berhenti pada dirinya. Tapi itu adalah fakta sosial, tindakan intoleran/radikal keagamaan yang sudah, sedang, dan akan terjadi di berbagai ruang dan waktu dengan ragam bentuk dan intensitas.

Fakta sosial intoleransi/radikalisme semacan itu jelas tidak saja merusak harmoni relasi antar umat beragama. Tapi juga memicu disintegrasi masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk, bhinneka tunggal ika.

Hanya memberi sanksi pada HF atas aksinya itu tidak akan menyelesaikan masalah intoleransi dan radikalisme keagamaan. Tindakan HF itu hanya butir kecil di pucuk gunung es intoleransi/radikalisme keagamaan yang bisa menenggelamkan kapal NKRI. Karena itu perlu langkah-langkah yang sangat mendasar untuk mengatasinya. 

Hal utama dan pertama yang harus dilakukan adalah mengikis sikap etnosentrisme dalam relasi antar umat beragama. Sikap itu tidak muncul tiba-tiba tapi tumbuh melalui proses ajar keagamaan yang egosentris sehak usia dini. Mengajarkan agama sendiri sebagai yang terbaik, tapi dengan cara menjelek-jelekkan (mengkafirkan) agama lain.

Karena di Indonesia ada Kementerian Agama yang mengurusi kehidupan beragama, maka saya ingin menutup artikel ini dengan mengusulkan kepada kementerian itu tiga langkah mendasar untuk mengatasi intoleransi/radikalisme keagamaan di Indonesia.

Pertama, mengganti pendidikan agama yang bersifat segregatif di sekolah negeri, menjadi pendidikan keagamaan yang bersifat integratif. Artinya, siswa tak diberi pelajaran agama sesuai agamanya. Tapi diberi pelajaran keagamaan, yaitu pengetahuan tentang makna dan praktek sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun