Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kompasiana Bukan Zona Nyaman untuk Penulis

5 November 2021   11:32 Diperbarui: 5 November 2021   13:32 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari lipuran6.com

"Kompasiana bukan zona literasi nyaman, cocok untuk penulis yang suka tantangan." -Felix Tani

Engkong sedih. Beberapa hari lalu seorang kompasianer milenial populer mundur dari Kompasiana (K).  Bukan mundurnya yang bikin sedih.  Sebab Kompasianer keluar-masuk, seperti truk proyek, itu sudah biasa. Tapi alasan mundurnya: Tak nyaman di Kompasiana.

Sedih karena ada milenial yang keluar dari satu ruang dengan alasan "tidak nyaman".  Lalu pergi mencari ruang lain yang menurutnya "nyaman".  Singkatnya, keluar dari "zona taknyaman" untuk mencari "zona nyaman".  Semanja itukah milenial kita?

Ukuran utama ketaknyamanan bagi kompasianer milenial itu, pertama,  kompasianer senior tak ramah padanya. Menurut dia, kompasianer senior  sirik-iri pada pencapaiannya di K. Views organik artikelnya mencapai puluhan ribu. Perolehan K-Rewards jutaaan rupiah. Katanya, senior itu  menuduh dirinya curang, menggelembungkan views  secara ilegal. Juga menuduh artikelnya berkualitas rendah, sampah.

Kedua,  Admin K tidak terbuka padanya dan telah bertindak sepihak.  Admin katanya telah menuduh dirinya memperoleh views sangat besar secara tak wajar, walau tak bisa membuktikannya.  Karena itu nilai K-Rewardsnya dipotong sampai lebih dari 50 persen. Rugi bandarlah.

Dua alasan itu jelas bukan alasan baru di K.  Dari dulu sudah ada senior sirik, iri, kejam, atau sebut apa saja bisa bikin orang masuk neraka (kalau ada). Dari dulu Admin K juga tak pernah a terbuka pada kompasianer.  Admin K itu, sebagai  bagian dari korporasi,  harus menjaga kerahasiaan perusahaan.  Semisal kerahasiaan kondisi  keuangan dan soal keamanan korporasi.

Kalau kedua hal itu menjadi ukuran kenyamanan, jelas bahwa K bukan "zona nyaman" untuk menulis. Selalu ada risiko tulisan dicerca, direndahkan, dihina --  atau apa saja istilahnya untuk sesuatu yang mestinya ada di tempat sampah -- oleh kompasianer lain. Juga selalu ada risiko artikel dihapus, dipeyangin, atau dicabut labelnya oleh Admin K.  Bahkan ada risiko akun kompasianer dibredel.  

Faktanya, walau K bukan "zona nyaman", jumlah kompasianer tetap meningkat. Kompasianer baru berdatangan tiada henti. Hanya sedikit yang pergi.

Sebagian besar kompasianer lama masih bertahan. Kendati mereka  sudah "babak belur" dirisak sesama kompasianer. Juga mengaku diperlakukan takadil oleh Admin K. 

Itu berarti kondisi "tak nyaman" sejatinya bukanlah  alasan memadai untuk keluar dari K.  Atau, Engkong mau bilang, masalahnya ada di kompasianer yang mundur.  Bukan di kompasianer lain dan Admin K.

Lagi pula, menurut Engkong tidak ada satupun ruang publik  yang tergolong "zona nyaman" untuk menulis.  Jika ada, maka itu adalah ruang privat bernama diari. 

Diari itu ruang tulis dari diri, oleh diri, untuk diri sendiri.  Dia adalah ruang bermanja diri.  Bisa menulis, misalnya, "Di, aku kesal, deh, sama Engkong.  Masa dia bilang artikelku sampah?  Padahal artikel dia kan lebih ampas dari sampah? Kau setuju denganku, kan, Di?" Macam itulah, pokoknya cemen banget.

Menurut Engkong, menulis di ruang  "zona nyaman" membuat seorang penulis kerdil. Penulis bisa menjadi "besar" jika menerima diri ditempa oleh cercaan dan hinaaan dari pembacanya. Juga jika menerima tulisannya dinilai sampah oleh Admin atau penerbit atau apapun namanya oligarki literasi itu. Batuan jadi berlian karena mendapat tekanan mahakeras dari seluruh penjuru.

Mayoritas kompasianer mulai menulis dalam kondisi tidak nyaman di K karena berbagai alasan.  Semisal malu tulisannya jelek, takut artikelnya dikritik, dan khawatir anggitannya tak dibaca orang. Padahal proses menulisnya  pakai keringat garam segala. 

Tapi lihatlah, mereka sekarang menjadi penulis-penulis yang percaya diri.  Mereka  menghasilkan artikel-artikel yang layak-baca, dan sebagaian punya signature. Mereka adalah para kompasianer yang kuat, pantang mundur dari zona taknyaman.  

Karena itu, menurut Engkong, para kompasianer yang masih bertahan di K adalah penulis-penulis hebat.  Bukan penulis cemen  plus cengeng.  Dicubit sikit langsung meraung dan minggat tak tentu rimba. (Tentu ini tak berlaku bagi kompasianer yang sedang"cuti nulis", kaena alasan pribadi.

Tapi memang harus diakui juga.  Tak semua kompasianer itu penulis hebat.  Sekurangnya ada seorang penulis rendahan di sini. Kerjanya memproduksi artikel-artikel perisakan terhadap sesama kompasianer dan Admin K.  Pokoknya dia sumber dari segala sumber noise di K.  Sehingga dalam event "Kompasianival 2021" (entah kapan)  akan dianugerahi penghargaaan "Best of Bullying".

Dengan bangga, Engkong memperkenalkan kompasianer tersebut, "Dia adalah Felix Tani!" Bagi Felix Tani, K adalah "zona nyaman" untuk menebar benih-benih "ketaknyamanan".  (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun