"Ini penghinaan!" teriak Poltak  palak, naik pitam, dalam hati.
Darahnya terasa muncrat dari jantung ke otak. Ubun-ubunnya serasa berasap terbakar emosi. Kakinya ingin terbang menerjang Martin, tulangnya itu.Â
Tapi Poltak adalah anak Batak yang beradat. Semuda apapun umur dan sekecil apapun badan tulangmu, dia tetaplah tulangmu. Â Tulang itu hula-hula. Dia dewata yang tampak, sumber karunia. Harus dihormati dan dimuliakan.
Perkawinan Parandum dengan Dumariris telah menegakkan relasi hula-hula dan boru. Keluarga Dumariris menjadi  hula-hula. Sedangkan keluarga Parandum jadi boru.
Berada pada posisi boru, semua saudara lelaki Dumariris adalah lae, ipar bagi Parandum. Poltak terbilang anak untuk Oarandum. Maka semua lae Parandum adalah tulang baginya.Â
"Oi, asyik! Â Ada nenas!" Â Richard dan Martin serempak berteriak gembira. Â
Keduanya berlari menyongsong Poltak. Â Lalu, sambil tertawa, mengambil alih dua gandeng nenas dari tangan Poltak.
"Ayo, masuklah," Martin menarik tangan Poltak masuk ke dalam rumah.Â
Bayangan tentang  Martin  yang sombong langsung sirna dari benak Poltak.  Ketiga tulangnya itu ternyata anak kota yang ramah. Hanya saja, bicaranya ceplas-ceplos.
Di dalam rumah, bapak dan ibu mertua Parandum menyambut kedatangan Poltak. Ramah, sangat ramah.  Poltak memanggil mereka ompung doli dan ompung boru.