Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kompasiana: Dari Politik ke Politrik

16 Agustus 2021   06:46 Diperbarui: 16 Agustus 2021   07:32 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tangkapan layar halaman muka Kompasiana (Dokpri)

Tapi artikel spoiler manganime bukan gejala umum di K, melainkan gejala individual. Karena itu tak sampai menimbulkan kegilaan "manganime" di K, seperti dulu para penulis politik menciptakan "kegilaan politik".

Bukan manganime, tetapi artikel-artikel ragam trik, tip, cara, dan tutoriallah yang kini meraja di Kompasiana. Secara kategorial, semua itu Engkong sebut artikel "politrik", aneka atau banyak trik. Demikianlah, dominasi artikel politik di K kini dilindas oleh artikel politrik.

Indikasinyaadalah kelangkaan artikel politik di slot HL. Beda dengan artikel politrik yang kini tiap hari mrnyesaki ruang HL Boleh dibilang, artikel politik itu anti-HL sedangkan artikel politrik auto-HL.

Maka jadilah kini K menjadi medsos "guru", mengajarkan hal-hal serupa setiap waktu. Seperti guru mengajarkan materi ajar yang sama setiap tahun. 

Dengan kata lain Engkong mau bilang artijel politrik repetititif dan reproduktif. Reproduktif karena artikel politrik yang ada di K umumnya tak orisional, tapi daur ulang dari tulisan-tulisan di media lain.

Boleh dibilang, artikel politrik di K kini sedang mengulang kesalahan yang sama seperti  pada artikel politik. Artikel-artikel politrik kini cenderung reproduktif dan repetitif. Bahkan sampai tingkatan tertentu, dangkal. Karena sifatnya cenderung umum atau garis besar.

Masalah repetisi dan reproduksi pada artikel politik dan politrik kini adalah ancaman serius bagi kelangsungan eksistensi K di tengah persaingan terbuka antar platform medsos. Jika Admin K dan Kompasianer tak legowo mengoreksi diri dan mempetbaiki keadaan, percayalah, Kompasiana akan "mati", cepat atau lambat.

Sekarang saja Kompasiana sebenarnya sudah mengalami gejala "asongisasi" ala pedagang "cangcimen" (kacang, kuaci, permen ). 

Pedagang asongan atau cangcimen menawarkan banyak jenis komoditas tapi dalam jumlah kecil-kecil. Itu strategi menangkap semua kebutuhan yang mungkin. Mulai dari peniti sampai rokok. Kalau rokok tak laku, mungkin ada yang beli peniti. Atau permen tolak angin atau kacang dan lainnya.

Platform K sekarang ini begitu. Sangat banyak kanal artikel, nenampung topik apa saja, tapi jumlah viewnya sagat kecil.  Kadang hanya 10 views, itupun mungkin didapat setelah mengerahkan kakek, nenek, bapak, ibu, om, tante, kakak, adik, dan para sepupu. Itulah gejala "kematian". Menyedihkan, bukan?

Engkong menulis artikel ini bukan karena benci pada Kompasiana dan Admin K. Bukan. Engkong sayang pada K dan Admin K. Karena itu kritik ini untuk mendorong tindakan perbaikan. Secara kolaboratif antara Admin K dan Kompasianer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun