Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #068] Calon Pastor dari Panatapan

21 Juli 2021   17:11 Diperbarui: 21 Juli 2021   19:24 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari menjadi minggu, minggu-minggu menjadi bulan, bulan-bulan menjadi tahun. Waktu berlari ke depan pada garis lurus, atau mungkin melingkar ke atas membentuk spiral.  

Atau barangkali waktu itu berlari melingkar dari titik alfa ke titik omega yang berimpit walau berada di titik masa yang berbeda. Seperti hari-hari yang berulang setiap minggu, purnama yang berulang setiap bulan, dan bulan-bulan yang berulang setiap tahun.

Tapi bagi warga Panatapan dan sekitarnya, juga bagi murid-murid dan guru-guru SD Hutabolon,  hanya ada dua titik utama penanda alihwaktu.  Tanggal 25 Desember, Hari Raya Natal dan 1 Januari, Hari Besar Tahun Baru. Para pendeta dan, kemudian, pastor yang mengajarkan itu kepada mereka.

 "Selamat Hari Natal dan Tahun Baru, anak-anakku,"  sapa Guru Harbangan, guru kelas lima SD Hutabolon, kepada murid-murid barunya. 

Hari itu, Senin 3 Januari 1972.  Hari pertama tahun ajaran baru di SD Hutabolon.

Ucapan selamat dari Guru Harbangan sarat makna.  Makna syukur untuk pengalaman tahun lalu.  Harapan pengalaman baik untuk tahun yang baru dijalani. 

"Selamat Hari Natal dan Tahun Baru, Gurunami."  Murid-murid kelas lima membalas sapaan Guru Harbangan.  Mereka, delapanbelas anak, sudah diputuskan naik kelas oleh Guru Paruhum, guru kelas empat.

Di kelas lima, Poltak dan kawan-kawannya pada akhirnya bertemu dengan Guru Harbangan, guru paling galak di SD Hutabolon. Tidak ada anak kelas lima yang bisa melenggang naik ke kelas enam tanpa merasakan kapiran, getokan buku jari di kepala, dari Guru Harbangan.  Tak perduli murid perempuan ataupun laki-laki, badan kecil ataupun besar, pintar ataupun bodoh.  Selalu ada setidaknya satu alasan bagi Guru Harbangan untuk mengkapir muridnya.

"Kalian sudah kelas lima sekarang. Sudah besar.  Sudah harus tahu mau jadi apa kelak." Seusai mengabsen murid, Guru Harbangan mengawali pembelajaran dengan sebuah dorongan semangat.

"Bistok!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun