Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Vaksin Gratis Bukan Vaksin Orang Miskin

13 Juli 2021   06:38 Diperbarui: 13 Juli 2021   11:08 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana vaksinasi gratis dari BUMN di Istora Senayan (Foto: bumn.go.id)

Vaksin gratis adalah vaksin untuk orang miskin dan vaksin berbayar adalah vaksin untuk orang kaya.

Jika disimpulkan, pandangan seperti itulah kini yang digaungkan sekelompok orang di ruang publik kita, menyusul rencana bisnis vaksin berbayar oleh BUMN Kimia Farma (KF).

Sayangnya, dengan alasan yang tak masuk akal dari segi pengorganisasian bisnis,  KF menunda pelaksanaan bisnis vaksin berbayar itu. Sedianya dilakukan sejak kemarin, Senin 12 Juli 2021.

Tapi benarkah vaksin gratis untuk orang miskin sedangkan vaksin berbayar untuk orang kaya? Tidak. Itu cacat logika. Saya jelaskan, ya.

Pertama, soal vaksin gratis. Sudah jelas vaksin gratis itu itu program vaksinasi nasional. Itu komitmen pemerintah untuk mencapai taraf kekebalan komunitas terhahap Covid-19. Berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat medis. Tak perduli kaya atau miskin. Juga tak pandang ras, suku, agama, dan golongan sosial.

Saya salah seorang lansia yang telah lengkap mendapat vaksin gratis secara lengkap. Saya memanfaatkan layanan vaksin BUMN di Senayan lewat registrasi daring. 

Apakah peserta vaksinasi gratisan di Senayan itu orang miskin?  Tidak. Banyak, kalau bukan sangat banyak, dari mereka yang datang dengan mobil bagus. Tampilan mereka juga tidak mengesankan orang miskin.

Atau lihatlah peserta vaksinasi gratis secara drive thru di Polres Jakarta Selatan. Bisakah kita katakan peserta vaksinasi bermobil itu orang miskin? Jika jawabannya "Ya!" maka kita harus mengubah definisi kemiskinan.

Jadi mengatakan vaksin gratis itu untuk orang miskin adalah cacat logika. Tidak ada dasar empiriknya. Saya harus katakan, pernyataan seperti itu adalah bentuk provokasi. Agar masyarakat berpandangan negatif terhadap pemerintah dan program vaksin gratis.

Kedua, soal vaksin berbayar.  Sangat jelas, kalau dikatakan berbayar, berarti harus punya uang untuk mendapatkannya. Lalu, apakah itu berarti vaksin berbayar hanya untuk orang kaya?

Sama sekali tidak. Vaksin berbayar boleh untuk orang kaya ataupun miskin. Tidak ada diskriminasi di situ. Yang jelas ada permintaan untuk vaksin berbayar, maka ada penawaran.

Mungkin ada yang berdalih, pemberian harga mahal pada vaksin berbayar itu kan implisit bersifat diskriminatif. Memberi peluang hanya untuk orang kaya yang punya uang banyak.

Tidak begitu juga. Sebuah perusahaan bisa saja menyediakan layanan vaksin berbayar untuk buruhnya, bukan?  Adakah buruh yang kaya raya? (Saya tanya buruh, ya, bukan ketua organisasi buruh.)

Bagaimanapun juga, vaksin berbayar itu tunduk pada mekanisme pasar. Kalau konsumen setuju dengan harga mahal, ya, beli. Kalau tak setuju, ya, jangan beli. Ambil saja vaksin gratis yang sebenarnya tak gratis. Pemerintah mentraktir Anda suntik vaksin senilai harga vaksin berbayar  KF.

Masih ada yang mengeluh. Katanya, ikut vaksin gratis itu sengsara, ikut vaksin berbayar pasti nyaman. 

Saya ikut vaksin gratis di Senayan, nyaman, tuh. Hanya satu jam di ruang berpendingin. Anak-anak saya ikut vaksin gratis di sebuah Puskesmas di Jakarta Selatan, nyaman, tuh. Tidak sesak, tertib, dan aman. Teman saya ikut vaksinasi gratis di Polres Jaksel nyaman, tuh, seperti beli makanan siap saji di jalur drive thru.

Jadi rakyat Indonesia itu jangan lebay cengengnya, deh. Di masa pandemi ini biasakan berpikir positif. Itu bagus untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap Covid-19.

Tapi, kan, tidak etis BUMN jualan vaksin di masa pandemi ini. Wah, belum hilang juga pikiran negatifnya. Kenapa gak sekalian minta agar BUMN jangan jualan masker, hand sanitizer, obat-obatan, dan vitamin penguat tubuh.  

Etika bisnis itu, ya, cari untung. Kalau rakyat lagi susah, ya, cari untungnya kecil saja, atau kalau perlu cukup impas (BEP) saja.

Tambahan etika bisnis untuk KF, jualan vaksin jangan ambil dari stok vaksin gratis. KF punya modal sendiri. Ya sudah, beli vaksin sendiri, jual sendiri sesuai harga pasar.

Lagi pula, dengan adanya vaksin berbayar, kita jadi tahu, harga vaksin itu ternyata mahal. Karena itu kita punya alasan untuk lebih menghargai vaksin gratis.  

Tak peduli Anda kaya atau miskin, ayo, sukseskan vaksinasi nasional. Ikutlah vaksinasi gratis! (eFTe)

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun