Hanya karena setiap hari makan nasi, tak berarti kita sudah tahu segala hal tentang nasi.
Satu soal sederhana saja.  Ada berapakah cara dasar menanak nasi?  Satu , dua, tiga, empat, atau lima? Ternyata  ada tiga cara dasar yang berlaku di berbagai belahan dunia.
Cara serap. Setelah dicuci, beras dalam periuk diberi air secukupnya. Rebus sampai air terserap butiran beras. Setelah macak-macak, matikan api. Tunggu 15 menit, nasi sudah tanak.
Cara genang. Beras dalam periuk diberi air banyak. Â Rebus sampai beras matang. Saat nasi tanak, segera buang air tajinnya. Matikan api.
Cara kukus. Â Beras direbus dulu sampai setengah tanak. Setelah itu masukkan ke wadah kukusan. Â Kukus sampai tanak.
Selain pengaruh budaya, pilihan cara tanak nasi itu tergantung pada kadar amilosa beras. Tinggi, sedang, atau rendah?
Jika kadar amilosanya tinggi, beras pera, biasanya digunakan cara genang. Jika sedang, beras pulen, lazim pakai cara serap. Jika rendah, beras ketan, gunakan cara kukus.
Suhu gelatinisasi beras, proses pati menjadi tanak, juga menentukan. Semakin tinggi suhu gelatinisasi beras, semakin lama proses tanaknya. Â Beras basmati misalnya, karena suhu gelatinisasinya cukup tinggi, perlu waktu tanak lama. Â Beras semacam itu sebaiknya direndam dulu sebelum ditanak.
Terkesan sepele.  Tapi, tanpa mengetahui  hal-hal tersebut, seseorang tak bisa menanak nasi dengan baik.  Kalau taktahu, nasi bisa jadi bubur atau malah taktanak (ngletis)
Buku memasak  karangan mereka itu memang sudah tergolong tua, tapi isinya aktual sepanjang masa. Selama separuh warga bumi ini masih makan nasi sebagai pangan pokok.
Sebagai buku memasak, dalam buku itu Alford dan Duguid menyajikan 99 kisah dan resep masakan nasi dari empat benua. Â Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.Â