"Jannes! Tembak! Go-alaaaah ... hah!" Guru Paruhum kecewa berat. Â Tembakan Jannes melenceng tipis di sebelah tiang kiri gawang. "Yaaah ...!" Murid-murid SD Hutabolon mengeluh kecewa.
Luhut dan kawan-kawan sebenarnya bukan tanpa peluang sama sekali. Selain Luhut, Jannes, Jamaris, dan Polmer juga melepas tembakan ke arah gawang lawan.  Tapi bola meleset tipis entah itu  di atas mistar atau di samping tiang gawang.Â
"Oi, jangan main ikkan tore kalian!" Guru Paruhum mengingatkan timnya yang bergerak seperti gerombolan ikkan tore, ikan teri. Ke situ bola bergulir, ke situ pula semua pemain menumpuk.  Itu bukan strategi 4-4-3 lagi, tapi strategi 10, sebuah strategi tanpa strategi.
"Ada yang takberes di  sini," pikir Poltak di tepi lapangan. "Kenapa tiap tembakan teman-temanku selalu melenceng. Waktu latihan tidak begitu." Menurut Poltak, secara teori harusnya tendangan teman-temannya membuahkan gol.
"Jangan-jangan ...." Pikiran Poltak terputus karena dia melihat Binsar sedang menguasai bola di sektor kanan pertahanan lawan.
"Polmer! Lari! Â Cepat! Lari ke kotak pinalti lawan! Awas opsait!" Poltak mendikte Polmer. Juga mengingatkan jangan masuk perangkap off-side. Â Sejenak Poltak lupa perannya sebagai lesmen.
"Binsar! Oper bola ke Polmer di kotak pinalti!" Poltak berteriak sekeras-kerasnya.Â
Binsar mengirim umpan terobosan ke arah kotak pinalti lawan. Polmer berlari cepat mengejar bola, menguasainya, dan mengontrolnya. Â
Polmer berdiri bebas, Â berhasil lepas sejenak dari kawalan lawan, Â tinggal berhadapan dengan kiper lawan. Â
"Polmer! Tembak!" Poltak berteriak keras dari pinggir lapangan. Â
Polmer, Samson dari Hutabolon itu, melepas tendangan kanon yang menjadi spesialisasinya. Hanya Polmer yang bisa melakukan teknik tendangan seperti itu dalam tim. Â