Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pencopet Sial Sialan

21 Mei 2021   07:02 Diperbarui: 21 Mei 2021   12:07 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari kompas.com/nadia zahra

Seorang lelaki paruh baya berwajah malaikat duduk rapat tepat di samping seorang perempuan paruh baya berwajah lebih malaikat.  Disatukan gerbong kereta api tubuh mereka bergoyang, kiri-kanan, depan-belakang. Seturut kekekalan momentum yang lahir dari dinamika gerak kereta api Jakarta-Bogor.

[Hari  itu, sore, tanggal satu, perjalanan pulang ke rumah, naik kereta api penuh orang sesak nafas dari Jakarta ke Bogor. Pada hari itu, pegawai negeri sumringah menerima gaji bulanan.]

"Hati-hati tasnya, Bu, banyak copet di kereta api." Lelaki berwajah malaikat penuh perhatian mengingatkan perempuan berwajah sangat malaikat. Ritsleting tas milik perempuan itu tak terkunci, mulut tasnya menganga, memamerkan amplop putih agak tebal terselip di dalamnya. "Itu pasti amplop gaji bulan ini. Kasihan kalau sampai dicapit pencopet cepat." Lelaki berwajah malaikat membatin.

"Terimakasih, Pak.  Bapak hati-hati juga. Tas bapak terbuka juga." Perempuan berwajah sangat malaikat mengirim senyum terimakasih, sambil mengingatkan balik. Tersenyum, mengangguk lelaki berwajah malaikat mengancingkan tasnya yang ternganga memamerkan amplop putih agak tebal. "Itu pasti amplop gaji bulan ini. Kasihan kalau sampai dicapit pencopet cepat." Perempuan berwajah sangat malaikat membatin.

[Hari  itu, sore, tanggal satu, perjalanan pulang ke rumah, naik kereta api penuh orang sesak nafas dari Jakarta ke Bogor. Pada hari itu, pegawai negeri sumringah menerima gaji bulanan.]

Kereta tiba di Stasiun Bogor tepat saat lelaki berwajah malaikat dan perempuan berwajah sangat malaikat terbangun dari kantuk dalam yang melengahkan. Dua insan itu turut berimpitan dengan ratusan insan penumpang yang berebut turun lari pulang, seakan kuatir rumah mereka taksabar menunggu tuannya. Dua insan itu bersimpang arah: lelaki berwajah malaikat ke selatan, perempuan berwajah sangat malaikat ke utara.

"Sialan!" umpat lelaki berwajah malaikat saat menyobek amplop putih milik perempuan berwajah sangat malaikat yang telah pindah tempat ke dalam tasnya. Isinya cuma daftar belanjaan, dan secarik kertas berisi pesan "Tolong dibelikan." "Sial!" maki lelaki itu. Wajah malaikatnya sirna seketika mewujud tikus got.

"Sialan!" umpat perempuan berwajah sangat malaikat  saat menyobek amplop putih milik lelaki berwajah malaikat yang telah pindah tempat ke dalam tasnya. Isinya cuma bon utang, dan secarik kertas berisi pesan "Tolong dilunasi." "Sial!" maki perempuan itu. Wajah sangat malaikatnya sirna seketika mewujud sangat tikus comberan. 

[Hari  itu, sore, tanggal satu, perjalanan pulang ke rumah, naik kereta api penuh orang sesak nafas dari Jakarta ke Bogor. Pada hari itu, pegawai negeri sumringah menerima gaji bulanan.]

Gang Sapi Jakarta, 21 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun