Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #052] Belajar Naik Sepeda Tanpa Tangis

11 Mei 2021   17:24 Diperbarui: 11 Mei 2021   17:55 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa; pinterest.com)

Jidat Poltak melendung seukuran punggung sendok makan, bukan seukuran bakpau. Sebab dia bukan seorang politisi buron yang menabrak tiang listrik dengan mobil mewah.

Sekalipun sakit, Poltak pantang menangis. "Kalian sudah sudah kelas tiga. Sudah besar.  Jangan cengeng. Jangan sikit-sikit menangis."  Itu nasihat Guru Marihot pada hari pertama masuk di kelas tiga. Nasihat itu tertanam di benak Poltak.

"Menangislah kau, Poltak! Sakit kali pun jidatmu itu!" Binsar menyemangati Poltak untuk menangis. "Menangis bukan dosa, Poltak." Bistok menguatkan dorongan Binsar.  

Poltak tersenyum kecut.  Dia paham arah ujaran kedua teman karibnya.  Mereka bermaksud menguatkannya. 

Kalau sampai dia menangis, Binsar dan Bistok pasti akan menebar kabar itu di sekolah.  Ditambahi bumbu penyedap, tentu saja. 

Bisa saja Binsat dan Bistok bilang, "Poltak menangis mengiak-ngiak seperti babi jantan dikebiri." "Bah! Tak punya mukalah aku nanti di depan, Berta,"  pikir Poltak.

"Ada rem kenapa pula tak kau pencet!" Kakek Poltak menegur keras.

"Kan, ompung setahuku pegang rak boncengan di belakang."

"Bah! Sudah ompung lepas tadi. Tak malu kau naik sepeda dipegangi terus?"

Mendengar kehebohan di halaman, nenek Poltak keluar dari rumah. Begitu tahu apa yang terjadi, jurus andalannya langsung keluar: salep alami daun simarhuting-huting. Kali ini kaos kutang kakek Poltak yang jadi korban untuk pembebat  kepala Poltak.

Bukan Poltak kalau harus berhenti belajar naik sepeda hanya gara-gara jidat bengkak. "Kapok?" tanya kakeknya. "Tidak, ompung!" Belajar pantang mundur.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun