Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #039] Hukuman dari Walet Gereja

7 Februari 2021   07:05 Diperbarui: 8 Februari 2021   05:54 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lonceng penanda masuk kelas  belum berdentang, Poltak, Binsar, dan Bistok sudah tiba di sekolah. Masih ada waktu, sekitar sepenghisapan rokok guru, sebelum lonceng lempeng baja SD Hutabolon itu dipukul. Kode panggilan bagi murid agar berkumpul untuk senam pagi di halaman depan gedung sekolah kelas empat, luma, dan enam. 

Tiga sahabat itu bergabung dengan Jonder, Polmer, Alogo, Nalom, dan Togu di halaman depan gereja, merangkap gedung sekolah mereka. Berlima, mereka sedang asyik mengamati burung-burung walet terbang keluar masuk menara gereja.

"Bah, seperti pesawat tempur, ya!" Seru Poltak, ikut kagum melihat burung-burung itu. 

Sebenarnya burung-burung walet itu sudah sejak lama bersarang di menara gereja.  Begitu pun, setiap pagi burung-burung itu terbang hilir-mudik berburu mangsa, cari makan.

Tapi baru pagi itu Poltak mengamati ulah burung-burung walet dengan seksama. Pengibaratannya tepat.  Burung-burung itu terbang menukik turun dari menara gereja, kemudian menukik naik ke udara. Membentuk lintasan terbang cekung, menyambar.

"Oh, mereka menangkap capung, rupanya," seru Poltak lagi. Itulah tujuan burung-burung walet terbang  dalam lintasan cekung.  Mereka menangkap capung-capung yang terbang rendah di pagi hari. Lembab udara pagi membuat capung sulit melayang tinggi.

"Ayo, perang! Tembak pesawat tempur musuh!" Tiba-tiba saja Alogo berteriak keras. Lalu, mengikut teriakannya, buah-buah makadamia berlontaran bak peluru meriam ke udara. 

Alogo, Jonder, Polmer, Nalom, dan Togu, sambil berteriak-teriak seru,  serentak menembaki burung-burung walet itu. Kantung-kantung celana mereka gembung padat berisi buah makadamia, amunisi perang. Jelas, itu penyerangan terencana terhadap pasukan burung walet gereja.

"Ayo! Poltak! Binsar! Bistok! Tembak!" Jonder berteriak mengajak, sambil mengangsurkan buah-buah makadamia.  Tiga sekawan itu pun langsung ikut masuk ke arena perang yang gegap gempita. Itu memang betul-betul permainan anak laki.

Tapi menembaki walet-walet terbang sama susahnya dengan menembaki rombongan kelelawar di udara. Sensor burung-burung itu sangat tajam. Mereka selalu sukses berkelit, mengelak dari hantaman peluru buah makadamia. Alhasil, tidak ada seekor walet pun yang jatuh tertembak.

"Matilah kau!" Kesal karena semua tembakannya takkena sasaran, Alogo melontarkan peluru makadamia terakhir sekuat tenaga.  Reputasinya sebagai petembak jitu buah kecapi terasa dilecehkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun