Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pertanyaan Dungu di Hari Minggu: Penyalin atau Penulis

13 Desember 2020   19:27 Diperbarui: 14 Desember 2020   07:10 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari bosscha.id

Ketika otakmu buntu, hampa ide tulisan, maka tajalah artikel tentang tulis-menulis.  Paling mudah, tulislah artikel tentang kebuntuan otakmu menulis, berikut kesia-siaan segala upayamu untuk menjebolnya. Dengan begitu, sekurangnya, kau telah jujur membuka aibmu ke ruang khalayak.

Begitulah, artikel ini lahir dari kebuntuan otakku. Tidak bisa lain,  karena ini hari Minggu. Seperti biasa, otakku libur di hari Minggu. Sehingga sukar diajak memikirkan hal-hal yang penting dan bermutu. Jadi, maklum sajalah, bila kau temukan artikel ini picisan tanpa mutu. 

Barusan, tiba-tiba saja timbul pertanyaan dungu di kepalaku, walau mungkin bukan di bagian otak: aku ini seorang penyalin atau penuliskah? Pertanyaan dungu  yang tak penting dan tak bermutu, bukan? Soalnya ditanyakan pada hari Minggu.  Walau saat bertanya tepat, menjelang jumlah artikelku genap 1,000 judul di Kompasiana. Perlu refleksi sedikit.

Memangnya, apa beda antara penyalin dan penulis. Sederhana menurutku, sih.  Jawababan dungunya: penyalin itu reproduktif sedangkan penulis produktif. Saya akan coba jelaskan distingsi itu secara ringkas.

Begini, Kawan. Sebuah artikel adalah resultan dari proses salingtindak triangular antara unsur-unsur idea, data, dan kata.  Ketiganya membangun artikel dan, sebaliknya artikel menuntut pengembangan idea, data, dan kata.  Tolong pahami dulu model triangulasi itu, sebelum lanjut ke paragraf berikut.

Nah, seorang penyalin sejatinya tidak punya idea, data, dan kata yang jenuin. Dia tak lebih dari tukang "salin-tempel" yang cuma punya modal konjungsi. Betul-betul cuma modal konjungsi dan, "Tolong ya Tuhan," mudah-mudahan dia menggunakannya dengan benar.  Agar dia jangan menjadi seperti tukang rel yang menyambungkan rel kiri dengan rel kanan. Bikin anjlok itu kereta api, tauk.

Cara kerja seorang penyalin itu sederhana. Ambil contoh penjelasan tertembaknya 6 orang laskar FPI pengawal Rizieq Shihab.  Seorang penyalin tinggal membaca sejumlah berita terkait, mengambil kalimat-kalimat atau alinea-alinea yang cocok, lalu menjahitnya menjadi satu "tulisan lama di bawah judul baru." Isinya hanya pengulangan, repetisi, atas berita-berita media arus utama, tidak menawarkan sesuatu yang baru, baik kata, substansi apalagi sudut pandang. Itu sebabnya penyalin dikatakan bertindak reproduktif.

Cara kerja seorang penulis tidak begitu. Dia punya idea tertentu tentang peristiwa tertembaknya 6 orang laskar FPI itu. Misalnya dia berpikir bahwa peristiwa itu sebagai dampak negatif kondisi anomi yang coba diciptakan kelompok pengritik atau oposisi terhadap pemerintah. Sebab anomi adalah syarat anarki yang mengarah pada pemberontakan atau bahkan revolusi.  

Dituntun idea seperti itu, maka seorang penulis akan memperlakukan semua berita sebagai data. Dengan dukungan kekayaan kata yang jenuin, dia menggunakan data itu untuk menjelaskan ideanya. Begitulah dia akan menghasilkan sebuah teks baru. Itu sebabnya dikatakan produktif.

Dua kategori di atas, penyusun dan penulis, bukan untuk pembaca artikel ini. Itu kategorisasi yang saya buat untuk mengevaluasi diri sendiri. Jadi, mohon agar tidak ada yang tersinggung .

Jadi, apakah saya seorang penyalin atau penulis? Sudah saya bilang, ini hari Minggu, waktu libur untuk otakku. Jadi, manalah bisa otakku diminta menjawab pertanyaan dungu yang  tak bermutu semacam itu.

Tapi, kalau di antara pembaca ada yang mau mencoba menjawabnya, ya, silahkan saja. Tolong secepatnya beritahu padaku jawabannya.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun