Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nenekku Ibu Sosiologisku, Guru Pertamaku

27 November 2020   17:29 Diperbarui: 27 November 2020   21:33 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beginilah tanggungjawab itu kulakoni. Pagi hari aku antar kawanan kerbau itu ke padang rumput yang subur.  Kutambatkan mereka di situ. Siangnya kuantar minum ke sumber air. Lalu kutambatkan lagi di padang rumput lain. Sorenya aku jemput mereka pulang ke kandang.

Aku harus periksa pula kesehatan kerbau-kerbau itu. Melaporkan kepada nenek dan kakekku, bila ada kerbau yang sakit perut, terluka, ataupun kudisan. Agar bisa segera diobati sampai sembuh.

Aku juga harus menjaga agar kerbau-kerbau itu tidak masuk ke sawah atau ladang milik warga. Lalu merusak dan memakan pertanaman di situ. Kejadian semacam itu merugikan pihak lain. Berarti pelalaian tanggungjawab kepada komunitas. 

Memang beberapa kali terjadi demikian. Dengan rasa malu, karena gagal mengemban tanggungjawab, aku melaporkannya kepada nenek.  Nenek meneruskan kepada kakek. Lalu kakek merundingkan denda kepada pemilik sawah atau ladang.  

Saat musim panen padi, kepada pemilik sawah atau ladang, aku kemudian menyerahkan beberapa gantang gabah untuk melunasi denda itu. Begitulah tanggung jawab sosial kujalankan.

"Kau bukanlah manusia utuh kalau tak bisa bertanggungjawab." Itulah pesan yang berulang diujarkan nenekku, setiap kali aku lalai dalam tanggungjawabku.

***

Masih pada usia lima tahun, suatu hari aku memaki kasar anak kakekku nomor dua, bertetangga rumah dengan kami.  "Kau jangan kurang ajar. Dia itu bapakmu!"  Hardik nenekku.  

Menurut struktur kekerabatan Batak, anak lelaki kakek atau saudara laki kakek adalah amanguda, bapak muda, untukku.  Karena itu aku harus hormat kepadanya.  Tidak boleh memaki, apalagi memukulnya.

Tiap kali aku tersandung pada kasus sejenis itu, maka nenekku akan mengulang ajaran norma relasi sosial orang Batak. "Ingat," katanya,  "somba marhulahula, manat mardongan tubu, elek marboru." 

Artinya hormat kepada kerabat pemberi isteri, paman atau mertua.  Ramah kepada kerabat sedarah, kerabat semarga kakak-beradik. Sabar kepada kerabat penerima isteri, saudara perempuan beserta suami dan kerabatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun