Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

"Mukjizat" dalam Serumpun Pohon Pisang

3 Juli 2020   16:55 Diperbarui: 5 Juli 2020   02:27 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon 'pisang surga' di pekarangan rumah Poltak (Dokpri)

Kita tidak pernah tahu bagaimana cara karunia hadir dalam hidup ini. Tiba-tiba saja dia ada di depan hidung tanpa pernah tahu asal-usulnya. 

Ketika sesuatu yang baik itu tak bisa dijelaskan asal usulnya, maka imanlah yang berbicara. Tak bisa lain, dia adalah karunia.

Begitulah. Tahun lalu sejumlah bibit pisang tiba-tiba tumbuh di pekarangan rumah Poltak di Gang Sapi, Jakarta. Fakta bahwa rumah Poltak ada di kota, sementara pohon pisang kini langka di Jakarta, tak bisa lain kecuali sebuah mujizat kecil.

Dari mana asal-usul pohon-pohon pisang itu tak pernah diketahui. Satu hal yang pasti, mereka tumbuh dari biji. Apakah biji-biji itu terbawa dalam kotoran musang pandan, atau terbawa dalam taburan pupuk organik, atau dilemparkan tetangga yang iseng, tak pernah jelas ceritanya.

Itu sebabnya Poltak dan isterinya menerima kehadiran pohon-pohon pisang itu sebagai karunia surgawi. Ngapain pula pusing memikirkan asal-usulnya, kalau iman bisa menjawab pertanyaan?

Bukankah segala yang baik datang dari Tuhan dan segala yang buruk datang dari manusia atau setan?

Berbilang hari, minggu, dan bulan pohin-pohon pisang itu semakin besar dan meninggi mengejar atap rumah. Anakannya juga bermunculan sehingga mereka tumbuh menjadi sebuah rumpun yang kompak.

Poltak tak pernah tahu jenis pisang tersebut. Apakah pisang batu, pisang kapok, pisang tanduk, pisang uli, atau pisang anu, tak pernah jelas. Menurut Poltak itu adalah "pisang surga".

Faedah pertama yang diberikan rumpun pohon pisang itu adalah keindahan, estetika taman depan rumah. Pohon-pohon itu menambah rimbun dan hijau taman.

Faedah lainnya, pohon-pohon pisang itu menjadi tembok penghalang angin yang membawa debu dan udara panas. Alhasil udara yang bertiup ke arah rumah menjadi lebih bersih dan sejuk.

Hasil pertama yang dimanfaatkan dari pohon pisang itu adalah daunnya Sejak daunnya bisa dipanen, isteri Poltak menjadi kreatif untuk membuat jenis-jenis makanan yang menggunakan daun pisang sebagai pembungkusnya.

Modalnya merujuk panduan masak-memasak yang bertaburan di saluran Youtube. Maka dibikinlah pepes ikan mas, botok, ketimus, bugis, nagasari, lemper, arem-arem, dan nasi bakar. 

Itu semua membuat Poltak takjub. Kehadiran pohon pisang itu ternyata mendorong kemunculan makanan dan jajanan kesukaannya di dalam rumah. Dulu semua itu harus dibeli, sekarang bisa dibikin sendiri. Gara-gara rangsang daun pisang.

Pikir Poltak, kalau para suami ingin ragam jenis makanan dan jajanan berbungkus daun pisang hadir di meja makan, maka tanamlah pohon pisang di depan rumah. Jika isteri tidak terdorong menciptakan berbagai jenis makanan, berarti isterinya tidak kreatif atau pemalas. Apa bedanya?

Sekarang satu batang pohon pisang tertua sudah mengeluarkan jantungnya, bunga pisang. Beberapa waktu lagi bunga akan menjadi buah. Buah akan membesar sampai akhirnya menjadi tua dan matang.

Berarti bakalan ada lagi jajanan baru di rumah seperti pisang goreng, pisang rebus, pisang bakar, nagasari, mata jeli, dan lain-lain. Alangkah asyiknya.

Pikir Poltak, kehadiran misterius pohon-pohon pisang di pekarangan rumah itu betul-betul karunia mukjizat. Mukjizat yang menggemukkan badan dan membahagiakan hati.

Tapi juga Poltak kini mendapatkan pemahaman baru tentang mukjizat. Sebuah mukjizat, seperti pohon-pohon pisang itu, ternyata berdampak penggemukan anggaran rumah tangga untuk pos belanja bahan makanan.

Jadi pemanfatan mukjizat juga punya implikasi anggaran, saudara-saudara! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun