Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pertanian, Solusi Pangan dan Kemiskinan di Masa "Normal Baru"

6 Juni 2020   14:23 Diperbarui: 7 Juni 2020   06:24 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Dokumentasi Pribadi

Jika ditambah surplus Juni 6.46 juta ton maka total stok nasional Juli-Desember hanya 14.46 juta ton. Sehingga akan terjadi defisit 0.54 juta ton karena konsumsi beras diperkirakan 15 juta ton.

Ada dua pendekatan peningkatan produksi pangan untuk pemenuhan stok beras nasional ekstensifikasi atau perluasan areal melalui cetak sawah dan intensifikasi atau peningkatan produktivitas per satuan luas.  

Ekstensifikasi atau cetak sawah, seperti dirancang Kementan dan BUMN tadi,  adalah opsi yang irrelevan saat ini mengingat target mendesak untuk mencegah defisit pangan akhir tahun.  

Pencetakan sawah makan waktu lama, sedikitnya 1 tahun. Produktivitasnya juga sangat rendah pada tahun-tahun awal, maksimal 2.5 ton GKG/ha.  

Jika  tahun 2020/2021 misalnya bisa dicetak 50,000 ha, maka hasilnya baru diperoleh akhir 2021 sekitar 125,000 ton GKG atau setara beras 80,000 ton. Sementara defisit beras terjadi akhir tahun 2020 sebesar 540,000 ton.

Karena itu, jangka pendek,  sinergi Kementerian BUMN dan Kementan sebaiknya fokus pada program intensifikasi, peningkatan produktivitas dia areal baku untuk mencegah defisit stok beras. 

Program itu harus terintegrasi sepanjang rantai pasok mulai dari hulu (pupuk dan pestisida), tengah atau on-farm (benih dan budidaya) sampai hilir (pengolahan, logistik dan pemasaran) dengan melibatkan entitas BUMN Pangan.

Tantangan sinergi itu adalah optimalisasi manfaat luas baku sawah nasional seluas 7.46 juta ha. Sejauh ini masalahnya adalah Indeks Pertanaman (IP) yang rendah yaitu 1.5 (tanam 1.5 kali/tahun) dan produktivitas yang juga rendah (rata-rata 5.11 ton/ha).

Sinergi Kementan dan BUMN itu harus mematok target minimal peningkatan IP dari 1.5 menjadi 2.0  dan produktivitas dari 5.11 ton menjadi minimal 5.5 ton GKG/ha.  Ini berarti peningkatan teknologi agribisnis pangan padi sejak  pengolahan tanah sampai pascapanen. 

Jika ditargetkan luas panen musim gadu 2020 sebesar  40  persen, maka akan dihasilkan 16.4 juta ton beras di akhir musim sehingga Indonesia surplus 1.4 juta ton.  

Meredam Involusi dan Kemiskinan
Pemotongan anggaran Kementan tahun 2020 sebesar Rp 3.6 triliun, sehingga tinggal Rp 17.4 triliun (Perpres Nomor 54/2020) akan mengurangi volume kegiatan pembangunan pertanian dan penyerapan tenaga kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun