Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mitigasi Risiko Krisis Pangan 2020, Cetak Sawah atau Intensifikasi?

3 Juni 2020   04:29 Diperbarui: 3 Juni 2020   11:43 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamparan persawahan lepas tanam (Dokumentasi Pribadi)

Solusi yang relevan dan berkelanjutan adalah intensifikasi, peningkatan produktivitas pangan secara signifikan di atas areal baku yang ada.

Menurut Kementerian ATR/BPN luas baku sawah nasional tahun 2019 adalah 7.46 juta ha. Masalah utama lahan baku ini adalah, pertama, Indeks Pertanaman (IP) yang rendah yaitu 1.5 (1.5 kali tanam/tahun) dan kedua, produktivitas padi yang rendah yaitu 5.11 ton GKG/ha.

Walau Mentan Syahrul Y. Limpo memperkirakan stok beras surplus 6.45 ton per Juni 2020, risiko defisit tetap diperkirakan terjadi.

Penyebabnya adalah penurunan kontribusi panen musim gadu (April-September/Mei-Oktober) dari 35% menjadi sekitar 25%, atau 8 juta ton beras, karena terdampak pandemi Covid-19.

Ditambah carry over surplus 6.46 juta ton maka total stok nasional sampai akhir tahun hanya 14.46 juta ton. Konsumsi beras Juli-Desember diperkirakan 15 juta ton sehingga sehingga terjadi defisit 0.54 juta ton.

Karena itu untuk jangka pendek mestinya pemerintah fokus mendukung peningkatan produktivitas dan produksi padi, guna mencegah defisit stok beras di akhir tahun. 

Untuk itu dapat dibangun sinergi Kementan dan BUMN mendukung program intensifikasi pertanian padi sepanjang rantai pasok.

Program itu harus terintegrasi sejak dari hulu (pupuk dan pestisida) dengan melibatkan BUMN PT Pupuk Indonesia. Lalu ke tengah atau on-farm (benih, teknologi budidaya dan manajemen) dengan melibatkan BUMN PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani.

Sampai ke hilir (pengolahan, logistik dan pemasaran) dengan melibatkan BUMN Perum Bulog, PT Perdagangan Indonesia, dan PT Banda Ghara Reksa.

Masalah utama yang harus diatasi adalah rendahnya Indeks Pertanaman padi (IP 1.4) dan produktivitas (5.11 ton GKG/ha). Ini masalah teknologi budidaya yang rendah sejak olah tanah, benih, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen sampai pascapanen.

Target rasional sinergi intensifikasi pangan itu adalah pembentukan pertanian padi korporatif dengan IP minimal 2.0 dan produktivitas minimal 5.5 ton GKG/ha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun