Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Opini Itu Logis, Memihak dan Indah

10 Mei 2020   21:14 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:35 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan opini yang indah itu ibarat candi Borobudur (Foto: tribunnews.com)

Ambil contoh opini soal kinerja Anies Baswedan mengatasi banjir Jakarta. Mesti ada nilai atau kepentingan yang diperjuangkan dan menjiwai opini itu.  Artinya ada pemihakan. Memihak kepentingan warga pinggir kali, pemerintah, pengusaha, atau lainnya?

Jadi, berbeda dari anggapan YB bahwa opini harus netral, bagi saya sebuah opini itu harus memihak, tendensius. Jika dikatakan opini harus netral, maka itu justru bertentangan dengan prinsip subyektivitas opini. Subyektif berarti diwarnai nilai tertentu yang dianut.  

Nilai subyektif (subyektivitas) itulah yang menuntun penulis dalam keseluruhan proses penulisan opini.  Sejak dari pilihan isu, sudut pandang, cara pandang (pilihan konsep dan metode), predisposisi, pilihan data, analisis sampai penulisan.  

Perbedaan subyektivitas itu menyebabkan perbedaan pada kesimpulan dari dua opini yang membahas satu masalah yang sama. 

Misalnya, karena berangkat dari subyektivitas yang beda, tercemin pada predisposisi,  tulisan opini dua orang tentang kinerja Anies mengatasi banjir bisa bertolak belakang. Satu bilang gagal lainnya bilang sukses.  

Perbedaan diametral semacam itu bukan karena penulis menutupi data atau fakta, seperti disinyalir YB. Tapi karena perbedaan sudut pandang, kerangka pikir dan predisposisi berimplikasi pada pilihan data.  

Sebagai contoh, jika penulis punya predisposisi "Anies gagal mengatasi banjir", maka dia akan mengumpulkan data untuk mendukung predisposisi itu. 

Hasilnya bisa begini.  Jika tidak ada data yang mendukung, maka dia akan simpulkan "sejauh ini Anies tidak gagal".  Jika ada satu saja data yang mendukung, dia akan bilang "Anies belum sepenuhnya berhasil".  

Kalaupun penulis opini tidak membuka data yang menunjukkan keberhasilan Anies mengatasi banjir, andai begitu faktanya, bukan berarti dia tidak jujur.  Data seperti itu tak relevan dengan subyektivitasnya. Tapi relevan untuk penulis lain yang punya predisposisi sebaliknya.

Lantas, jika ada dua opini yang berbeda secara diametral, misalnya pada kasus kinerja Anies mengatasi banjir, apakah salah satunya salah atau keduanya benar? 

Benar atau salah tidak dinilai dari kesimpulan akhir, melainkan dari validitas dan kecukupan data serta keketatan (rigiditas) bangunan logika atau argumentasi penulis. Itulah yang menentukan kualitas opini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun