Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Opini Itu Logis, Memihak dan Indah

10 Mei 2020   21:14 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:35 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan opini yang indah itu ibarat candi Borobudur (Foto: tribunnews.com)

Menarik dan juga penting menanggapi tiga artikel rekan Yon Bayu (YB) tentang menulis opini yang "baik dan benar", dalam arti netral, yang tayang di Kompasiana dalam  selang tiga hari. 

Artikel-artikel yang saya maksud adalah "Agar Opinimu Tidak Menjadi Sampah Peradaban" (K.7/5/20), "Opini Itu Bukan (Sekadar) Pendapat" (K.9/5/20) dan "Tiga Bagian Terpenting dari Tulisan Opini" (K.9/5/20).

Ada satu hal pokok yang saya tidak sependapat dengan YB yaitu  kesan bahwa opini dan cara penulisannya haruslah sesuai paparan dalam tiga artikelnya.  Saya pikir itu adalah cara khas yang dianut YB. Itu bukan satu-satunya cara atau pendekatan.

Absolutisme, pemaksaan satu cara tunggal, semacam itu adalah cara terbaik membunuh kreativitas. Karena itu, dalam beberapa artikel tentang tulis-menulis di Kompasiana, saya konsisten menegakkan faham "anarkisme literasi" khususnya dalam  proses "tekstualisasi".  

Inti anarkisme literasi, khususnya tekstualisasi, itu adalah "lakukan dengan cara apa saja, asalkan logis, etis dan estetis."  

Prinsip anarkisme literasi berlaku juga untuk penulisan opini.  Saya akan jelaskan di bawah ini, sambil menunjukkan ketidak-sepahaman saya dengan YB terkait sejumlah konsep dasar.

Opini Itu Logis
Opini, pemikiran tentang satu masalah spesifik, disebut juga argumentasi. Karena itu harus memenuhi kaidah-kaidah logika. 

Tegasnya, setiap opini harus dibangun secara sistematis dengan menggunakan pendekatan penalaran tertentu. Entah itu induktif atau deduktif atau kombinasinya.

Dalam artikel-artikelnya YB selalu menekankan keharusan validitas dan kecukupan data sebagai dasar beropini. Itu benar jika opini dibangun secara induktif, berdasar data empiris.  

Tidak demikian jika opini dibangun secara deduktif. Artinya disusun berdasarkan teori-teori besar atau pemikiran-pemikiran yang telah diterima secara umum.

Saya akan fokus pada opini yang dibangun secara induktif, mengingat YB bicara tentang pendekatan itu. Opini induktif selalu berdasar data, kumpulan fakta atau keadaan yang tertangkap indera. Data bisa kuantitatif dan atau kualitatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun