Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merayakan Paskah di Rumah, Mungkinkah?

19 Maret 2020   16:40 Diperbarui: 20 Maret 2020   10:34 2649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pentahbisan Uskup Ruteng pada Kamus 19 Maret 2019. Anti-social distancing? (Foto: kompas.com/Markus Makur)

Terbaru, Keuskupan Agung Jakarta misalnya memutuskan untuk meniadakan semua ritus kolektif tanggal 20 Maret sampai 3 April 2020. Termasuk misa hari Minggu, misa harian, dan ibadat komunitas umat lingkungan dan wilayah.

Ibadat gereja Katolik yang berbasis ritus kolektif memang menjadi dilematis di masa Covid-19 ini. Jika tidak datang ke gereja untuk ikut Misa, maka tak afdol rasanya.

Jika datang ke gereja, maka ada rasa tidak aman, bahkan curiga pada tetangga duduk sebangku. Jangan-jangan dia pembawa virus corona. Tetangga sebelahnya mungkin berpikir sama pula.

Bagi Gereja Katolik, masalahnya menjadi lebih dilematis karena akan memasuki masa Trihari Suci Paskah 2020. Kamis Putih (9 April), Jumat Agung (10 April) dan Malam Paskah (11 April) sudah dekat. Sebelumnya juga ada Minggu Palma (5 April).

Kamis Putih dan Trihari Suci Paskah adalah hari-hari paling padat di gereja dan paling melelahkan bagi umat Katolik. Jauh lebih ramai dan lebih melelahkan dibanding Hari Natal. Sebab perayaan Trihari Suci Paskah itu adalah perenungan inti iman Katolik yaitu Keselamatan oleh Kasih Tuhan.

Beberapa Keuskupan sebenarnya sudah melakukan antisipasi. Upacara sembah salib pada Jumat Agung misalnya tidak perlu cium salib, cukup menangkupkan telapak tangan di dada dengan khidmat. Atau kalau mau cium salib juga, silahkan bawa salib sendiri-sendiri.

Sudah pasti juga di pintu masuk gereja akan disiapkan sensor suhu badan untuk mendeteksi ada tidaknya umat yang terduga terinfeksi Covid-19.

Pertanyaannya, apakah itu sudah cukup sebagai upaya mencegah perluasan penularan Covid-19 melalui wahana ritus kolektif di gereja? Yakin tidak akan kecolongan? Mengingat adanya kemungkinan "pembawa virus" yang tidak terdeteksi dan yang bersangkutan juga tidak tahu-menahu?

Jika saya menyinggung teknologi internet di depan, maka sejatinya saya berharap Yang Mulia Para Uskup Katolik se-Indonesia dan Bapak Kardinal mempertimbangkannya sebagai solusi.

Izinkan saya sebagai salah seorang umat Katolik mengusulkan agar para Uskup Yang Terhormat, melalui Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dapat mempertimbangkan perayaan Trihari Suci Paskah menggunakan mofa komunikasi elektronik di seluruh Indonesia.

Biarlah umat diberi pilihan untuk merayakan Trihari Suci Paskah di rumah masing-masing. Ya, di rumah saja. Tidak perlu datang beramai-ramai ke gereja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun