Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Binda, Tradisi Tahun Baru Batak yang Memudar

28 Desember 2019   19:15 Diperbarui: 29 Desember 2019   05:54 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Marbinda | Foto: Tribun Medan/Arjuna Bakkara (medan.tribunnews.com)

Orang Batak percaya bahwa rekonsiliasi akan berujung pada kebaikan. Pengakuan salah dan permohonan ampun kepada Tuhan dan anggota keluarga pada malam Tahun Baru diyakini akan membuka jalan rejeki dari Tuhan di Tahun Baru.

Begitulah paparan fungsi manifes binda. Tentang fungsi latennya, lebih mudah dipahami lewat sebuah sajian kasus. Untuk itu saya akan ceritakan kasus binda di Kampung Panatapan (pseudonym), Tanah Batak.

***
Kampung Panatapan adalah tempat kelahiran Poltak sekaligus tempatnya menghabiskan masa kanak-kanak. Karena itu cerita binda ini akan saya kisahkan menurut pengalaman Poltak pada masa kanak-kanak. Tepatnya pada paruh kedua 1960-an. Pengalaman binda dalam lima Tahun Baru akan saya ringkaskan dalam satu cerita saja.

Kampung ini terbilang kecil. Warganya hanya 20 rumahtangga. Karena itu hewan binda di kampung ini cukuplah seekor babi. Jika tiap rumah tangga secara rata-rata memerlukan 4 kg daging, maka cukup membeli babi berbobot bersih 80 kg. Atau bobot kotor sekitar 85 kg.

Sekitar awal Desember, kepala kampung sudah menunjuk seorang warga sebagai ketua panitia binda. Ketua binda ini kemuduan minta 2-3 orang warga lagi untuk membantu perencanaan dan pelaksanaan binda.

Perencanaan binda dimulai dari pendataan jumlah kebutuhan daging tiap rumahtangga. Total kebutuhan itu digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan bobot ternak babi yang diperlukan.

Kalau bobotnya sudah ditentukan, panitia lalu memesan babi pada seorang toke babi (makelar ternak babi). Babi itu harus diantar ke Kampung Panatapan tanggal 31 Desember. Karena besoknya, 1 Januari, harus disembelih.

Harga babi dibayarkan secara urunan, sesuai dengan jumlah bagian yang dipesan. Satu bagian sama dengan 1 kg. Tapi ini perkiraan saja. Sebab bobot yang diketahui pasti adalah bobot babi hidup. Bobot bersih babi, setelah isi perut (makanan dan kotoran) dibuang, tidak pernah diketahui secara pasti. Karena tidak pernah ditimbang. Jadi daging babi, setelah disembelih dan dibakar, dibagi sama rata.

Itu prinsip keadilan, fungsi laten, setiap rumahtangga mendapat potongan bagian tubuh babi yang sama. Misalnya, peserta binda di Panatapan ada 20 rumahtangga maka bagian leher babi dipotong 20 potongan, 1 potong per rumahtangga. Demikian juga untuk bagian iga, bahu, dan pinggul atau belakang serta darah.

Kegiatan binda dilakukan secara terbuka pagi hari di lapangan kampung. Semua lelaki kepala keluarga terlibat. Mulai dari kerja penyembelihan babi yang tidak mudah sampai pembakaran, pemotongan, dan pembagian daging. Ini nilai laten pengukuhan nilai gotongroyong warga kampung.

Anak-anak juga dilibatkan. Untuk membersikan jeroan babi dan mengantar daging ke rumah-rumah. Paling diperebutkan adalah tugas membersihkan jeroan. Karena ada upahnya: kaki babi bakar. Karena kaku babi ada empat, maka tugas ini diberikan pada empat orang anak. Ini jenis tugas yang sangat digemari Poltak, antara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun