Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Stasiun Cikampek, Chairil Anwar, dan Penantian Commuterline

30 Agustus 2019   17:18 Diperbarui: 31 Agustus 2019   09:05 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peron Stasiun Cikampek yang klasik, resik, dan asyik (Foto: heritage.kai.id)

Hampir setiap minggu bolak-balik Jakarta-Cikampek naik kereta api, karena tuntutan kegiatan bertani, saya jadi tergoda menelusur sejarah Stasiun Besar Cikampek.

Stasiun ini menurut saya sungguh menawan. Sebuah bangunan tua bergaya art deco yang resik dan hening. Tak terlihat jejak bahwa stasiun ini pernah dihancurkan pada masa Perang Kemerdekaan tahun 1947. 

Beberapa kali di sore hari duduk di peron menunggu kereta Tegal Ekspres pukul 17.28 tujuan Pasar Senen Jakarta, saya selalu memikirkan, cerita apa yang telah terukir di stasiun ini.

Penelusuran kisah melalui internet lantas mengantar saya pada sejumlah fakta yang menarik. Salah satunya stasiun ini ternyata pernah menjadi saksi pertempuran Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Gurkha yang berujung pembebasan penyair Chairil Anwar dari tawanan. 

Tapi sebelum ke situ, saya ingin ceritakan dulu sejarah ringkas stasiun ini.

***
Stasiun Cikampek (46m dpl) terletak di Cikampek Kota, Cikampek, Karawang. Jalur rel ke stasiun ini di bangun sejak paruh kedua 1890-an dan resmi dioperasikan tahun 1906, sebagai bagian dari jalur kereta api dari Batavia ke timur Pulau Jawa. Pada masa penjajahan Belanda, jalur ini berada di bawah pengelolaan Staatsspoorwegen Westerlijnen (SS-WL).

Lazimnya motif pembangunan infrastruktur pada masa penjajahan, Stasiun Cikampek adalah bagian dari jalur kapitalisme kolonial, jalur transportasi hasil perkebunan sejak era Cultuurstelsel. Kemudian juga jalur logistik dan mobilisasi tentara untuk penguasaan seluruh pulau Jawa.

Di wilayah pantai utara Jawa Barat, pada masa penjajahan terbentang misalnya kawasan perkebunan karet dan teh Pamanukan & Tjiasemlanden (cikal-bakal wilayah Kabupaten Subang). Juga perkebunan tebu dengan pabrik gulanya. Hasil-hasil perkebunan tersebut diangkut ke Batavia menggunakan kereta api.

Stasiun Cikampek adalah titik percabangan jalur rel ke Bandung (jalur selatan) dan ke Cirebon (jalur utara). Sampai awal 1920-an, sewaktu masih jalur tunggal, setiap kereta yang menuju Bandung atau Cirebon wajib berhenti di stasiun ini. Untuk memastikan percabangan itu aman dilalui.

Stasiun ini pernah menjadi titik simpul jaringan kereta api lokal untuk kawasan pantai utara. Tahun 1900-an sampai 1910-an dari stasiun itu dibangun jalur rel ke Cilamaya, lalu ke Wadas, dan kemudian ke Rangkasbitung. 

Ini menunjukkan bahwa daerah Cikampek dan sekitarnya merupakan pusat aktivitas ekonomi penting pada masa kolonial. Sayang jalur-jalur kereta api lokal itu kemudian dimatikan, terakhir jalur Cilamaya tahun 1970-an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun