Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jembatan Porsea, Ajang Pertempuran pada Perang Dunia II

17 Juni 2019   14:37 Diperbarui: 17 Juni 2019   18:25 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan jembatan Porsea hasil konstruksi Belanda tahun 1929. Jembatan ini menjadi ajang pertempuran tentara Belanda dan Jepang tahun 1942| Foto: Koleksi Tropenmuseum Belanda

Satu hal yang menarik, yang mungkin tidak disadari banyak orang, perebutan kekuasaan atas jembatan Porsea atau kota Porsea antara Belanda dan Jepang sejatinya bersifat strategis dari sisi ekonomi. 

Kaitannya posisi geo-ekonomi Porsea yang sangat strategis waktu itu sebagai pintu masuk menuju air terjun Siguragura. Sebuah air terjun dengan potensi daya yang sangat besar untuk pembangkit listerik tenaga air (PLTA).

Segera setelah Belanda menguasai Tanah Batak, pada tahun 1919 perusahaan Maatshappijtot Exploitatie van de Waterkracht in de Asahan Riviers (MEWA) Belanda langsung mengadakan survei kelayakan ke sana.

Berdasarkan survei itu, tahun 1939 perusahaan NIBEM Belanda memulai pekerjaaan awal pembangunan PLTA Siguragura. Tapi usaha ini terhenti akibat Perang Dunia II, menyusul kekalahan Belanda dari pendudukan Jepang di Tanah Batak tahun 1942.

Pemerintah pendudukan Jepang kemudian melakukan penelitian lanjutan untuk meneruskan proyek PLTA Siguragura. Tapi terhenti tahun 1945 bersamaan dengan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.

Pada masa Pemerintahan Soekarno, Pemerintah Rusia sempat menjajaki kelanjutan pembangunan PLTA Siguragura. Tapi upaya itu terhenti menyusul krisis ekonomi dan krisis politik tahun 1965 (G30S 1965).

Proyek PLTA Siguragura baru benar-benar terealisasi pada Pemerintahan Soeharto. Dari banyak pihak yang mendukung realisasi itu, satu nama harus disebut sebagai orang yang paling besar jasanya yaitu Bisuk Siahaan. 

Putra Balige itu adalah Ketua Tim Teknis Proyek Asahan yang berjuang tanpa kenal putus asa, bahkan sampai menggunakan dana pribadi/keluarga, untuk mewujudkan PLTA Siguragura/Asahan.

Waduk Air Terjun Siguragura, sumber tenaga air untuk PLTA Asahan (Foto: twisata.com)
Waduk Air Terjun Siguragura, sumber tenaga air untuk PLTA Asahan (Foto: twisata.com)
Bisuk Siahaan adalah orang yang mendampingi Tim Pemerintah Rusia (1962) dan kemudian Tim Survei Kaiser Aluminium AS untuk menjajagi investasi pada proyek PLTA Siguragura. Ketika Rusia dan AS mundur, Bisuk Siahaan pula yang melakukan lobi awal dengan pihak Sumitomo Chemical Company, calon investor dari Jepang. 

Berdasarkan hasil studi kelayakan yang dailakukan Nippon Koei, Jepang tahun 1972, pada tahun 1975 Konsorsium 12 Perusahaan Penanam Modal Jepang bersepakat dengan Pemerintah RI untuk membangun Proyek Asahan. Proyek ini mengintegrasikan PLTA Siguragura sebagai sumber energi dengan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan. 

Untuk menjalankan dan mengelola proyek tersebut, dinamai Proyek Asahan, Pemerintah RI dan Pemerintah Jepang membentuk perusahaan patungan PT Inalum (Indonesia Asahan Aluminium). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun