Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Porsea, Saksi Modernisasi tanpa Pembangunan di Tanah Batak

11 Juni 2019   11:00 Diperbarui: 13 Juni 2019   00:56 4535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sudut selatan kota Porsea (Foto: mapio.net)

Ada yang unik dari Onan Porsea yaitu jasanya menjodohkan muda-mudi. Onan ini sohor sebagai "onan tombis" (pasar senggol). Pada hari pasar yang padat, muda-mudi secara sengaja saling-senggol. Lalu saling senyum, kenalan, janji ketemuan, selanjutnya pacaran dan ujungnya, kalau jodoh, ya nikah. Di Onan Porsea cinta naik dari siku ke hati.

Tiga Proyek Modernisasi
Sejak masa kolonial, sekurangnya ada tiga proyek modernisasi besar di Porsea dan sekitarnya. Tapi ketiganya tak membawa peningkatan signifikan pada kemakmuran penduduk setempat.

Proyek modernisasi pertama adalah pembangunan jalan raya Trans-Sumatera, termasuk jembatan lintas Sungai Asahan, pada masa kolonial di akhir tahun 1910-an. Proyek ini praktis membuka isolasi Porsea ke "dunia maju" (modern) yaitu Sumatera Timur di utara.

Jembatan Porsea tahun 1929 hasil konstruksi Pemerintah Hindia Belanda (Foto: Koleksi Tropenmuseum Belanda)
Jembatan Porsea tahun 1929 hasil konstruksi Pemerintah Hindia Belanda (Foto: Koleksi Tropenmuseum Belanda)
Jalan Trans-Sumatera itu di satu sisi melancarkan masuknya produk modern dari Sumatera Timur le Porsea. Pertama barang-barang hasil pabrik, semisal tekstil, peralatan rumahtangga, kebutuhan pokok, dan peralatan pendidikan.

Kemudian, tentu saja, kendaraan bermotor yang mendorong minoritas elit ekonomi Porsea menjadi pengusaha angkutan. Selain itu juga mesin penggilingan padi yang melahirkan elit tokke boras (tauke beras).

Di sisi lain keterbukaan dari isolasi meningkatkan arus ekspor hasil pertanian, khususnya padi dan beras, ke Sumatera Timur. Porsea dari dulu sampai kini tergolong salah satu lumbung padi di wilayah Tobasa.

Tak hanya ekspor hasil pertanian, kelancaran transportasi juga meningkatkan arus migrasi ke Sumatera Timur, dan kemudian ke Jawa lewat Belawan. Tujuannya jika bukan untuk cari nafkah di kota, ya, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Mereka yang bermigrasi adalah yang punya keunggulan bersaing di rantau. Dengan kata lain, brain drain untuk Porsea. Migran ini tidak kembali lagi ke Porsea untuk membangun tanah kelahirannya. Paling hanya mengirim uang sekadarnya ke kampung, sebagai bukti keberhasilan di rantau.

Begitulah, modernisasi transportasi darat di Porsea telah meningkatkan pasokan produk manufaktur ke wilayah itu. Tapi juga meningkatkan ekspor hasil bumi khususnya padi dan brain drain dari Porsea ke wilayah Sumatera Utara, kemudian Jawa. Belakangan juga ke Riau dan Sumatera bagian selatan.

Yang tersisa di Porsea pada akhirnya adalah sawah yang semakin menyempit dengan teknologi yang stagnan, serta sumberdaya manusia yang semakin menua dengan kemampuan pas-pasan.

Proyek modernisasi kedua adalah pembangunan PLTA Asahan tahun 1978-1981. Proses pembangunan tiga waduk untuk PLTA ini, yaitu Waduk Siruar (14 km dari Porsea), Siguragura (9 km ke timur Siruar) dan Tangga (4 km ke timur Siguragura), membuka peluang kerja buruh proyek untuk warga Porsea dan sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun