Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Revolusi Benih, Basis Modernisasi Pertanian

15 Mei 2019   18:30 Diperbarui: 15 Mei 2019   19:48 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan padi varietas Tropiko, hasil iradiasi nuklir Batan (Dokumentasi Pribadi)

Inovasi benih padi yang dimungkinkan memiliki nilai-nilai unggul itu adalah padi hibrida, padi produk rekayasa genetik (PRG) dan padi produk iradiasi nuklir (PIN). 

Pertama, padi hibrida, sudah dibuktikan China sebagai solusi peningkatan produktivitas. Dengan rerata produktivitas 7.5 ton/ha (rekor percontohan 17.7 ton/ha), usahatani padi hibrida (54 persen areal) di sana menyumbang  57.5 persen produksi padi negara itu.

Indonesia kebalikannya. Sepanjang 2013-2017 rerata luas areal tanam padi hibrida per musim tanam (MT) hanya 1.2 persen. Itupun cenderung menciut dari 1.8 persen pada musim hujan (MH) 2013 menjadi 0.4 persen pada MH 2017.   Kisaran produktivitasnya 7-12 ton GKG/ha. Karena sempit,  kontribusinya terhadap produksi padi nasional belum signifikan.

Sampai 2013 jumlah varietaspadi hibrida yang dilepas di Indonesia tercatat 140 varietas, dari swasta dan Balitbangtan. Semuanya dengan potensi produktivitas di atas 10 ton/ha.

Tapi dari jumlah itu hanya beberapa yang berterima di kalangan petani. Antara lain SL8-SHS, Sembada, Mapan, Hipa, Intani, dan Arize. Kisaran potensi produktivitasnya 10-15 ton/ha, riil lapangan 7.5-10.5 ton/ha.

Jenis-jenis padi hibrida itu juga tahan atau agak tahan terhadap tungro, kresek (hawar daun bakteri) prototype tertentu, blas (blast), dan wereng batang cokelat biotipe tertentu. Artinya, tergolong hemat pestisida.

Kedua, padi PRG atau transgenik, berpotensi sebagai solusi untuk resistensi terhadap cekaman biotik dan abiotik. 

Itu sudah terbukti dari hasil-hasil riset padi PRG Divisi Biologi Molekuler, Puslit Bioteknologi LIPI. Lewat teknologi rekayasa genetik, LIPI sudah menghasilkan sejumlah prototipe padi inbrida PRG yang tahan penggerek batang, blas,  kekeringan, kebanjiran, dan salinisasi.

Tapi padi PRG di Indonesia masih kontroversi, terkait satus keamanan hayatinya. Masih harus dipastikan padi PRG itu aman lingkungan, aman pangan, dan aman pakan. Setelah itu baru bisa dikomersilkan untuk diadopsi petani.

Ketiga, padi PIN kreasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), berpotensi sebagai solusi untuk produktivitas dan resistensi terhadap cekaman biotik dan abiotik. Benih padi PIN dipapari radioaktif sehingga mengalami mutasi genetik menuju sifat yang diinginkan. Misalnya produktivitas tinggi, tahan kekeringan, atau tahan hama dan penyakit.

Batan sudah merilis sedikitnya 20-an varietas padi inbrida PIN, dengan nilai unggul potensi produktivitas tinggi (8-10 ton/ha), umur pendek dan tahan wereng batang cokelat. Varietas yang sudah diadopsi petani antara lain Inpari Sidenuk, Diah Suci, dan Cilosari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun