Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ini yang Dilakukan Anies Baswedan Menangani Banjir di Jakarta

30 April 2019   22:16 Diperbarui: 30 April 2019   22:52 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakarta kebanjiran tanpa hujan (Foto: kompas.com)

Berkenaan dengan penanganan banjir, saya kira khalayak telah berlaku tak adil terhadap Gubernur Jakarta, Anies Baswedan.  

 Seolah-olah Anies tidak melakukan apapun selama setahun lebih pemerintahannya untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta.
 
Sebelum mengritik Anies, penting untuk mengingat kembali pendekatan yang digunakannya yaitu  "penanggulangan banjir tanpa penggusuran".  
 
Pendekatan itu mengedepankan "dialog dengan air". Maksudnya jangan melawan air, tapi menyelaraskan diri dengannya.
 
Maka pada tataran konsep dicanangkanlah "naturalisasi sungai", mengembalikan sungai pada ekosistem aslinya, termasuk manusia di dalamnya, tentu saja. Juga konsep "vertical drainage" yang selaras dengan sifat air mengalir ke tempat yang lebih rendah.  
 
Terkait konsep-konsep penanggulangan banjir "selaras sifat air" itu, lantas apa yang telah dilakukan Anies sejauh ini?  
 
Saya akan tunjukkan langkah-langkah Anies, sejauh yang tersiar lewat pemberiraan di media massa on-line dan off-line.
 
Pertama, pembangunan tanggul "Baswedan" di Jatipadang, Jakarta Selatan  (Desember 2017). Tanggul itu dimaksudkan mengendalikan aliran air Kali Pulo yang kerap melimpah membanjiri pemukiman warga. Bahwa tanggul itu kemudian berkali-kali jebol sehingga pemukiman terendam banjir lagi, itu soal lain.  Bisa ditambal lagi, bukan?
 
Kedua, membongkar tembok Hotel Neo di Jalan Tendean, Jakarta Selatan, yang mepet Kali Krukut (November 2017). Walaupun pembongkaran itu untuk memberi akses alat berat mengeruk sungai, dan sekarang temboknya sudah dibangun lagi, setidaknya itu menunjukkan keseriusan Anies mengatasu endapan lumpur sungai penyebab banjir.
 
Ketiga,  menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta (September 2018). Sebagian kalangan berpendapat reklamasi Teluk Jakarta akan memperlambat aliran dan menaikkan permukaan sungai.  Artinya  reklamasi berisiko menyebabkan banjir, sehingga harus dihentikan.
 
Keempat, menutup Kali Item, Jakarta Pusat dengan waring (Juli 2019).  Langkah ini diambil untuk menghindari hidung para atlet Asian Games (Agustus 2019) yang menginap di Hotel Atlet Kemayoran terpapar oleh bau busuk dari  air dan limbah industri. Sekarang waring Kali Item sudah dicopot oleh instansi terkait.
 
Jadi, dalam setahun lebih  Anies telah melakukan sedikitnya empat kegiatan penanganan masalah banjir.  
 
Pertanyaannya apakah keempat kegiatan yang ditempuh  Anies itu berhasil mengatasi masalah banjir di Jakarta? Jawabnya, tentu saja tidak.  Sudah terbukti, Jakarta tetap kebanjiran, sebagaimana terjadi dalam beberapa hari terakhir.

Penjelasannya sederhana saja. Empat hal yang telah dilakukan Anies itu bukanlah langkah-langkah strategis dan mendasar untuk mengatasi persoalan banjir di Jakarta.  

Yang telah dilakukan itu masih tergolong  "ecek-ecek".  Belum masuk bilangan naturalisasi sungai yang digaungkannya.
 
Tapi memang berlebihan juga jika mengharap Anies bisa mengatasi banjir Jakarta dalam satu tahun pemerintahannya. Anies masih berada di tahapan "lebih banyak bicara ketimbang kerja".  
 
Masih ada kesempatan empat tahun lagi bagi Anies untuk menanggulangi banjir Jakarta. Dalam empat tahun itu mudah-mudahan konsep "naturalisasi sungai" dan "vertical drainase"  bisa direalisasikan. Mudah-mudahan pula itu cara efektif mengatasi banjir.
 
Kalaupun Anies sampai tahun kelima pemerintahannya belum berhasil mengatasi banjir di Jakarta, tenang saja. Mungkin masih ada 58 persen warga Jakarta yang sudi memberinya kesempatan lima tahun lagi memimpin Jakarta.
 
Itu saja dari saya, Felix Tani, petani mardijker, bukan penikmat banjir.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun