Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Balige, Kota yang Menyarungi Orang Batak

25 Maret 2019   08:45 Diperbarui: 26 Maret 2019   12:57 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo)

Apa yang terjadi di Balige kini adalah gejala atomisasi industri tenun. Dari skala besar yang kapitalistik menjadi skala rumahan yang sekadar komersil saja.

Tapi krisis suksesi pengusaha adalah satu masalah. Masalah lain adalah persaingan dengan industri sarung berbahan sintetis dan  celana panjang. Sarung  sintetis jelas menjadi pesaing dari segi mutu tenunan.

Yang tak terduga adalah dampak celana panjang, terutama "rombengan" ( bekas). Dulu kaum ibu selalu pakai sarung Balige dalam kesehariannya. Sejak 1980-an mereka lebih suka pakai celana panjang, dengan alasan praktis dan murah. Sarung Balige semakin ditinggalkan perempuan Batak, konsumen utamanya.  

Ada pula soal penurunan apresiasi  pada sarung Balige di kalangan orang Batak. Mungkin karena kerap diasosiasikan dengan produk murahan, sarung orang miskin, atau sarung "buruh kebon" (Sumatera Timur).

Ditambah produksi sarung Balige miskin inovasi juga. Sejak jaman penjajahan sampai sekarang bahannya katun yang sama dengan motif kotak-kotak dan garis-garis saja. (Tapi semua sarung memang begitu). Fungsinya juga hanya untuk sarung, kurang bagus untuk bahan kemeja/baju dan lain-lain.  

Sebenarnya ada juga produk tekstil khusus baju, taplak meja, sprei, atau gorden jendela. Namanya kain "sela", kain motif kotak-kotak kecil. Dulu kerap juga digunakan sebagai bahan celana kolor untuk anak-anak perempuan.

Perlu Revitalisasi
Sejatinya sarung tenun Balige itu layak direvitalisasi sebagai ikon wisata di Toba. Sarung Balige itu sampai sekarang masih menjadi penanda bagi kota pantai itu.

Peningkatan mutu tenunan, khususnya mutu benang dan pewarna, dan inovasi motif-motif baru jelas diperlukan jika sarung Balige hendak diangkat menjadi ikon Balige. Selain itu juga inovasi produk berbahan baku sarung/sela perlu dipikirkan serius, semisal tas, dompet, topi, dan lain-lain.

Urusan revitalisasi industri tenun sarung Balige tentu pertama-tama menjadi tanggungjawab pengusaha dan pemerintah setempat. 

Tapi orang Batak yang ada di Tanah Batak dan di perantauan jangan cuma berpangku-tangan pula. Sekurangnya kenangan dan kecintaan pada sarung Balige perlu dibangkitkan kembali. Jangan berharap orang lain menghargai sarung Balige, kalau orang Batak sendiri meremehkannya.

Sungguh, Balige tanpa industri tenun bukanlah Balige sejati. Sebab industri tenun adalah inti budaya atau karakter kota itu. Jangan sampai Balige kehilangan karakternya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun