Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Balige, Kota yang Menyarungi Orang Batak

25 Maret 2019   08:45 Diperbarui: 26 Maret 2019   12:57 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo)

Langkah pertama, dan terpenting, membuka isolasi geografis dengan membangun jalan raya yang menghubungkan Balige dengan Parapat sampai Medan di utara dan Tarutung sampai Sibolga tahun 1917-1920.

Dengan begitu arus manusia dan barang dari dan ke Balige dan sekitarnya menjadi lebih lancar dan efisien. Termasuk arus iptek melalui jalur pendidikan dan penyuluhan yang membuka gerbang kemajuan bagi masyarakat Batak di Balige dan sekitarnya.

Langkah kedua, bertepatan dengan Depresi Besar awal 1930-an, pengembangan industri tenun di Balige. Ini strategi Pemerintah Kolonial mengantisipasi dampak Depresi Besar pada ekonomi rakyat setempat dan Sumatera Timur.

Produksi tekstil di Balige diproyeksikan mensubstitusi tekstil impor yang terkendala oleh Depresi Besar. Tekstil Balige dimaksudkan untuk memasok permintaan di Sumatera Timur, khususnya di wilayah perkebunan. Selain untuk memenuhi kebutuhan tekstil di Afdeling Bataklanden, tentu saja.

Seorang pekerja sedang menanganu proses penenunan sarung Balige menggunakan ATM (Foto: ayogitabisa.com)
Seorang pekerja sedang menanganu proses penenunan sarung Balige menggunakan ATM (Foto: ayogitabisa.com)
Tambahan, industri tenun diproyeksikan menyerap banyak tenaga kerja. Juga menciptakan eksternalitas peluang usaha dan kerja baru di bidang pemasaran tekstil. Ketersedian tekstil murah dan lapangan kerja dapat mencegah gejolak politik, semisal gerakan protes buruh kebun Sumatera Timur ataupun petani Batak.

Maka secara geo-politik dan geo-ekonomi, pembangunan kota Balige memang penting untuk mengamankan kekuasan Pemerintah Kolinial Belanda.

Dalam konteks itulah pembangunan industri tenun Balige, dan kiprahnya, mendapatkan peran pentingnya. Tidak saja untuk Balige dan Tanah Batak. Tapi untuk Sumatera bagian utara umumnya.

Balige Kota Tenun
Selain pertimbangan geo-politik dan geo-ekonomi, ada satu faktor kondisional pada Balige sehingga layak dipilih sebagai sentra industri tenun. Kota ini sejak lama sudah menjadi sentra industri tenun tradisional (gedogan), penghasil tenunan ulos Batak terbaik di Toba Holbung (Lembah Toba).

Pada paruh pertama 1930-an, Pemerintah Kolonial Belanda lalu memfasilitasi sejumlah kecil pengusaha lokal untuk merintis industri tenun "modern". Mereka diberi bantuan ATBM dan benang berikut pelatihan. Di antara mereka tersebutlah nama-nama Baginda Pipin Siahaan, H.O. Timbang Siahaan, dan Karl Sianipar. Mereka ini tergolong generasi perintis.

Dihitung dari generasi pertama, "perintis", itu industri tenun sarung Balige sejatinya telah dibangun lewat tiga "generasi" pengusaha.

Generasi kedua, "pengikut", muncul tahun 1960-an. Bersamaan dengan implementasi Politik Benteng, upaya penumbuhan golongan pengusaha pribumi oleh rezim Soekarno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun