Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Inilah Jenis Kematian yang Diidamkan Orang Batak

16 Maret 2019   11:44 Diperbarui: 4 Juli 2021   04:57 3842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi Adat Batak jelang pemakaman| Sumber: Tribun Pekanbaru/Hendri

Jika dia mengidamkan status saur matua yang lebih tinggi, yaitu saur matua bulung, maka dia perlu setidaknya mencapai usia 85 tahun. Agar mendapatkan cicit dari cucunya yang sudah berkeluarga, sebagai syarat untuk jenis kematian seperti itu.

Lebih tinggi dan lebih sukar lagi adalah saur matua mauli bulung. Ini jenis kematian saur matua bulung, tapi dengan syarat tidak ada keturunannya yang mendahului kematiannya. Ini adalah kualitas kematian paling tinggi, paling mulia, dan sekaligus paling langka.

Sadar betapa sukar mencapai status kematian saur matua, apalagi saur matua mauli bulung, maka orang Batak bersikap realistis. Dalam doa lalu dimohonkan pada Tuhan, agar setidaknya diberi usia sampai taraf sari matua, setingkat di bawah saur matua.

Pada tingkatan sari matua, tidak perlu harus beroleh cucu dari semua anak, dan tidak perlu juga semua anak sudah menikah. Yang penting sudah ada anak menikah dan memberikan cucu.

Kematian sari matua akan dipestakan secara adat, lengkap dengan tabuhan Gondang Batak. Semua unsur Dalihan Na Tolu (hula-hula, dongan tubu, boru) wajib hukumnya manortor, menari. Pesta adat semacam itu lazimnya berlangsung selama tiga hari.

Mungkin sikap realistis tadi pula yang menuntun Nahum Situmorang dahulu menggubah lagu Na Sonang Do Hita Na Dua (Bahagia Kita Berdua). Penggalan syairnya: "Na sonang do hita na dua, saleleng ahu rap dohot ho. Nang ro di na sari matua, sai tong ingotonhu do ho." Artinya: Bahagia kita berdua, selama aku tetap bersamamu. Hingga kelak sari matua, engkau tetap dalam ingatanku.
***
Ikhwal kematian sari matua dan saur matua itu dalam praktiknya dapat lebih dipahami pada kasus kematian kakek dan nenek Si Poltak di Desa Panatapan, Tanah Batak sana.

Kakek Poltak meninggal tahun 1970 pada usia 55 tahun dengan status sari matua. Dari tiga orang anaknya, dua sudah menikah dan memberikan cucu. Satu orang lagi, anak bungsu, belum menikah.

Walaupun sari matua, rapat keluarga memutuskan tidak perlu menabuh Gondang Batak. Alasannya, gondang bukan keharusan untuk adat kematian sari matua. Keluarga tidak ingin disebut bersikap ria.

Maka upacara adat kematian sari matua Kakek Poltak dilaksanakan tanpa Gondang Batak. Begitupun, adat kematian itu berlangsung tiga hari lamanya.

Makam Kakek Poltak dibuat berundak dua, sebagai penanda dia meninggal sari matua, punya cucu dari anaknya.

Duapuluh tujuh tahun kemudian, tahun 1997, pada usia 82 tahun, Nenek Poltak menyusul mendiang suaminya. Status kematiannya saur matua bulung. Karena ketiga orang anaknya sudah menikah dan memberikan cucu semua, dan dari lima orang cucunya dia sudah mendapatkan cicit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun