Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Inilah Jenis Kematian yang Diidamkan Orang Batak

16 Maret 2019   11:44 Diperbarui: 4 Juli 2021   04:57 3842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi Adat Batak jelang pemakaman| Sumber: Tribun Pekanbaru/Hendri

Baca juga : Poltak Bukan Orang Batak?

Tapi tipe kematian kelompok kedua, mati setelah menikah, tidak dengan sendirinya juga diinginkan atau diharapkan. (Ya, siapa pula sebenarnya berharap mati?)

Tiga jenis kematian setelah menikah berikut ini jauh dari doa orang Batak. Pertama, mate punu, meninggal dunia saat belum dikaruniai keturunan. Kedua, mate mangkar, meninggal ketika sudah dikaruniai anak, tetapi anaknya belum ada yang menikah. Ketiga, mate hatungganeon, meninggal ketika sudah ada anaknya menikah tapi belum memberikan cucu untuknya.

Dari tiga jenis kematian itu, mate punu-lah yang paling tidak diharapkan orang Batak. Alasannya, pertama, mate punu adalah cacat sosial karena tidak pernah mencapai hagabeon (banyak keturunan), sehingga dengan demikian juga tak mencapai hasangapon (kehormatan, kemuliaan).

Kedua, dalam kepercayaan lama orang Batak, orang yang mate punu akan ditempatkan di tempat terpencil di akhirat. Di tempat dia akan kesepian seperti semasa hidupnya.

Dua alasan ini untuk sebagian menjelaskan mengapa orang Batak sangat mengharapkan adanya keturunan sebagai hasil perkawinan. Perkawinan tanpa keturunan dipandang sebagai "kegagalan sosial".

Jenis kematian yang diidamkan orang Batak adalah sari matua dan, lebih tinggi lagi, saur matua. Itulah jenis-jenis kematian pada usia tua, ketika seseorang sudah bisa disebut mencapai tiga tujuan hidup orang Batak yaitu hamoraon, hagabeon, hasangapon (banyak harta, banyak keturunan, terhormat).
***
Pada saat upacara pernikahan adat (mangadathon), pihak hula-hula (pemberi istri, termasuk orangtua mempelai perempuan) pasti akan menyampaikan doa dalam bentuk syair (umpasa) berikut:

"Andor hadukka togu-togu ni lombu, andor hatiti togu-togu ni horbo. Saur matua ma hamu pairing-iring pahompu, sahat hu namarnini sahat hu na marnono." Artinya: "Batang merambat jadikan tali penuntun lembu, batang menjalar jadikan tali penuntun kerbau; Semoga kalian berdua panjang umur mengiring banyak cucu dan cicit."

Itu adalah doa agar pasutri baru itu panjang umur hingga saur matua, tiba pada tingkatan kematian yang diidamkan orang Batak.

Tapi mencapai tingkatan saur matua bukanlah soal mudah. Karena mempersyaratkan setidaknya semua anak telah menikah dan memberikan cucu.

Tingkat kesukarannya begini. Jika seseorang menikah pada usia 20 tahun, lalu punya lima orang anak, setidaknya dia perlu mencapai usia 65 tahun untuk mendapatkan cucu dari semua anaknya. Dengan begitu baru bisa diakui saur matua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun