Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Petani Membuang Hasil Taninya?

11 Februari 2019   10:03 Diperbarui: 12 Februari 2019   04:42 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarman, petani cabai Kulonprogo yang memusnahkan 1.5 ha kebun cabai menggunakan herbisida (kompas.com)

Kemarin, hari Minggu, ada berita bikin miris, "Harga Jeblok, Petani Ini Matikan 1,5 Hektar Pohon Cabainya dengan Racun Gulma" (kompas.com, 10/02/2019).

Isi berita tentang tindakan Sukarman (60), seorang petani cabai di desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo DIY, yang memilih memusnahkan 1,5 ha kebun cabainya yang masih produktif menggunakan herbisida pemusnah gulma. Sudah panen 5 kali, tapi harga cabai anjlok, dari Rp 15,000 per kg menjadi Rp 3,000-4,000 per kg. Ongkas panen lebih mahal dibanding harga jual. Keputusan Sukarman: Bunuh pohon cabai!

Saya langsung bagikan beita itu ke teman-teman pegiat hortikultura, untuk memeriksa kebenarannya. Klarifikasi diberikan seorang pejabat di lingkungan Direktorat Jenderral Hortikultura, Kementan: "Sudah dicek ke yang bersangkutan, itu ladang cabai yang dihancurkan adalah tanaman yang sudah lewat puncak panen dan akan ditanami horti lagi."

Pagi ini, Senin, ada berita bikin lega: "Klarifikasi Petani Semprot Mati Lahan Cabai: Tanamannya Sudah Tua dan Masuk Musim Tanam Semangka" (fajar.co.id, 11/02/2019).

Isi berita tentang klarifikasi Sukarman, bahwa dia mematikan kebun cabainya yang sudah lewat panen puncak, tidak produktif lagi, karena mau beralih ke tanaman semangka. Penggunaan herbisida untuk menghemat ongkos tenaga kerja. Jadi pemusnahan tanaman cabai itu bukan karena harga cabai anjlok di pasaran.

Berdasar pengalaman sebagai petani, saya punya keyakinan, bukan sifat petani untuk menghancurkan tanaman sendiri, tanpa alasan yang masuk akal. Biasanya petani akan datang ke Dinas Pertanian setempat untuk menyampaikan masalah, sekaligus mencari solusinya. 

Kasus Pak Sukarman, cabai memang bisa dipanen 15-20 kali. Tapi hasil tertinggidiperoleh pada pemetikan ke-5 sampai ke-10.

Pada berita kompas.com (10/02/2019) Sukarman mengaku baru masuk pemetikan ke-5. Dalam berita fajar.co.id (11/02/2019) dikatakan kebun capai sudah lewat puncak panen (mestinya panen di atas 5 kali), sudah tak produktif lagi.

Karena itu, dan di sini letak rasionalnya, akan diganti dengan semangka yang harganya diperkirakan lebih baik.

***

Berita atau kabar pemusnahan tanaman atau hasil pertanian hortikultura memang kerap dipublikasikan akhir-akhir ini. Bahkan viral di jalur Youtube. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun