Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pameran Ulos Batak, Sajian Pesona Tanpa Getar Jiwa

27 September 2018   10:22 Diperbarui: 27 September 2018   15:26 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Detil motif ulos tum-tumaan. Dikenakan sebagai pengikat pinggang (Dokpri)

Masuk di ruang "Kematian" (Death), dapat disaksikan jenis-jenis ulos yang lazim digunakan dalam ritus kematian. Di sini bisa dilihat ulos Gatip Ribu-ribu, Ragi Huting, Sibolang Pamontari, Jungkit, dan Ragidup. Sibolang lazim dikenakan pada jasad sebagai ulos "saput" (pakaian) untuk dibawa serta ke liang kuburan.

Semua ulos yang dipamerkan sangat indah motifnya dalam penglihatan mata lahir. Jujur, bagi saya ragam ulos itu sungguh mempesona, dari segi motif, warna, dan mutu tenunan. Semua ulos itu ditenun menggunakan benang katun halus terbaik.

Tambahan, saya mendapat kesempatan untuk melihat jenis-jenis ulos langka yang, terus terang, ini untuk pertama kalinya saya lihat. Sebut misalnya ulos Lobu-lobu, Simarpisoran, Ragi Huting, Padang Ursa, dan Gatip Ribu-ribu.

Detil ulos Simarpisoran, rumit, rinci, rapat tapi indah (Dokpri)
Detil ulos Simarpisoran, rumit, rinci, rapat tapi indah (Dokpri)
Tapi mengapa saya bilang saya gagal mendapatkan getaran jiwa dalam pameran ulos ini? Menurut saya karena pameran ini berhasil menunjukkan keindahan fisik ulos. Tapi gagal menunjukkan keindahan pesan simbolik yang melekat pada setiap ulos. Padahal pesan simbolik yang bersifat kontekstual itulah sejatinya yang menggetarkan jiwa. Tepatnya menimbulkan getaran jiwa, semangat (spirit) pada pihak-pihak yang terlibat.

Kegagalan menunjukkan pesan simbolik itu itu terjadi, saya kira, karena pameran itu hanya menggolongkan ulos menurut penggunaaannya pada tahap-tahap kehidupan, dari lahir sampai mati. Sementara pesan simbolik, atau makna terdalam ulos, harus ditunjukkan dalam konteks komunikasi simbolik masyarakat Batak dalam tatatan Dalihan Na Tolu. 

Tepatnya komunikasi simbolik antara Hula-hula, Boru, dan Dongan Tubu dalam sebuah ajang adat, semisal adat kelahiran, perkawinan, dan kematian. Hula-hula dan Boru itu mengenakan jenis ulos yang berbeda, memberikan jenis ulos yang berbeda, dan menerima jenis ulos yang berbeda pula.

Pemberian ulos oleh satu pihak ke pihak lain dalam upacara adat itu adalah doa dan harapan, yang diringkaskan dalam pesan "Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru" (Sembah/hormat pada hula-hula, hati-hati pada kerabat sedarah, kasih pada boru).

Konteks komunikasi, atau interaksi sosial keadatan, itulah yang tidak tersajikan dalam pameran "Ulos, Hangoluan, Tondi". Jadinya, pemeran ulos itu, setidaknya bagi saya, menjadi pameran ulos tanpa jiwa. 

Risikonya, pameran seperti itu, khususnya di ruang "Kehidupan" (Life) yang memamerkan begitu banyak ulos dengan cara digantung, bisa terpeleset menjadi semacam "jemuran ulos".

Tapi saya kira, ini adalah permulaaan bagi Yayasan Del, yang menggandeng lembaga Tobatenun sebagai pendukung pameran. Pada pameran selanjutnya mungkin, ini harapan saya, Yayasan Del akan mendayagunakan konteks komunikasi Dalihan Natolu orang Batak. Untuk menampilkan jiwa pada setiap helai ulos Batak tersebut.

Pameran ini berlangsung di Museum Tekstil Jakarta dari tanggal 20 September sampai 7 Oktober 2018. Masih ada waktu bagi yang berminat untuk menyaksikannya. Dan mungkin perlu diingatkan, bolehlah bawa binokuler, karena keterangan yang dilekatkan pada ulos-ulos itu teknya kecil dan ada yang diposisikan terlalu tinggi sehingga tak terbaca.

Demikian ulasan saya, Felix Tani, petani mardijker, pernah meneliti kehidupan adat masyarakat Batak Toba.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun