Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Partai Demokrat, Mekanisme Bertahan, dan Politik Bazar

12 September 2018   13:02 Diperbarui: 12 September 2018   13:25 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: merdeka.com)

Kalau Lucas Enembe mendukung Prabowo, sesuai "haluan" Partai Demokrat, dipastikan konstituen Partai Demokrat akan tergerus di Papua, sehingga akan merugikan calon-calon legislatif partai itu di sana kelak.   Nah, itu namanya, berpikir untuk mengamankan "nafkah" di masa depan.

Itu pula sebabnya Partai Demokrat kemudian membolehkan sejumlah kadernya untuk mendukung pasangan Jokowi-MA.  Sebut misalnya Gubernur banten, Wahidin dan mantan Wagub Jabar, Deddy Mizwar.   Dengan kata lain, Partai Demokrat dengan menjalankan pola "mekanisme bertahan" di kancah politik.

Targetnya jelas.  Mengamankan peluang-peluang politik di masa depan, siapapun pasangan capres-cawapres yang tampil sebagai pemenang.  Itu sudah menjadi karakter partai itu: ogah menjadi oponen murni, ogah juga menjadi proponen murni.  

Peluang politik yang diperjuangkan juga jelas yaitu posisi politik bagi kader mudanya yang sedang dipromosikan:  Agus Harimurti Yudhonono (AHY). Siapapun pemenang kontestasi Pilpres 2019,  Partai Demokrat bisa memperjiangkan satu posisi politis sebagai "The President Man" bagi AHY.  Itu mutlak diperlukan sebagai batu lompatan dalam karir politiknya, setelah gagagl dalam upaya "leapfrogging" menjadi Gubernur Jakarta ataupun Wapres RI.

***

Sejatinya, "mekanisme bertahan"  itu diterapkan oleh individu atau institusi (organisasi) yang sedang mengalami krisis sebagai bentuk strategi survival.  Itu adalah strategi "Si Lemah", "Si Miskin", "Si Gurem", atau "orang kecil" yang mengalami krisis eksistensi.  

Misalnya, pada contoh buruh tani tadi, dia adalah "orang kecil", tepatnya orang miskin yang harus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan eksistensi ekonomi keluarganya.  

Ada konsep sosiologi-ekonomi yang tepat untuk mengambarkan hal itu yaitu "ekonomi bazar", atau ekonomi gurem.  Mekanisme bertahan bisa terlihat dengan jelas pada pelaku ekonomi bazar itu.

Ambil pedagang asongan atau lapak kaki lima sebagai contoh.  Perhatikan barang jajaannya.   Banyak jenisnya, kecil nilai ekonominya, karena modalnya memang kecil.  Ada permen, tissu, rokok, obat flu, air mineral, kue kering, peniti, cotton bud, tusuk gigi,  dan lain-lain.  Pendeknya, pedagang asongan itu seperti "toserba mikro" dalam gendongan.

Mengapa begitu banyak ragam mata dagangannya?  Itu namanya manajemen risiko.  Untuk memastikan bahwa dari sekian banyak benda kebutuhan sehari-hari itu, ada yang laku terjual pada hari itu, sehingga makan untuk hari itu aman.  Kalau dia hanya jual obat flu, misalnya,  belum tentu dia bertemu dengan orang flu yang ingin beli obat murah hari itu.

Nah, sekarang coba pinjam konsep "ekonomi bazar" itu ke dunia politik.  Ketemulah konsep "politik bazar", untuk menjelaskan perilaku politik politisi atau partai politik yang sejajar dengan perilaku ekonomi pedagang gurem tadi.  Jika sebuah partai menjalankan strategi "politik bazar", berarti partai itu memang "gurem" atau sedang mengalami proses "penggureman".  Gurem dalam arti pengaruh politiknya relatif lemah atau melemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun