Menarik untuk menanggapi artikel rekan Yon Bayu yang sedang tayang pada Headline Kompasiana sekarang ini (baca: "Menelisik Motif Pembagian Sembako di Monas", kompasiana.com, 3/5/18).
Setelah membaca analisis rekan Bayu, bagi saya "peristiwa bagi sembako di Monas" oleh FUI itu masih tetap samar tentang "siapa" pemrakarsa dan "apa" motif di belakangnya. Â Tapi, kalau sebelumnya samar ke arah gelap, sekarang samar ke arah terang. Â Lumayanlah, nuhun Mas Bayu.
Dari dua tema kegiatan yang disebutkan Mas Bayu, yaitu "politik" dan "agama", saya setuju dengan tema tersebut pertama. Â Itu sepenuhnya politik! Bukan kegiatan agama, apalagi "pemurtadan" Â seperti dugaan Ustadz Abu Deedat Syihabuddin (KDK-MUI). Â
Bukan kegiatan keagamaan karena, pertama, Â pencantuman "Kebaktian Paskah" dalam surat pemberitahuan panitia itu hanya semacam "pelengkap penderita" Â saja. Â Faktanya kebaktian itu tak pernah ada, karena yang utma adalah pembagian sembako. Kedua, kalau disangka itu upaya "pemurtadan", saya tidak punya data untuk menyimpulkan bahwa orang bisa pindah keyakinan agama dengan imbalan sembako.
Kalau disepakati itu sebuah kegiatan politik, lantas "siapa" pemrakarsa dan "apa" motif di belakangnya? Â Nah, soal motif ini hanya bisa diterangkan jika diketahui siapa pemrakarsanya.
Pemrakarsa ini yang masih tetap samar, karena Mas Bayu juga hanya menyebut sejumlah kemungkinan.  Mungkin "Istana" (Jokowi), mungkin PDIP (Megawati), mungkin murni  FUI sendiri (Dave Santosa), mungkin "pihak lain" yang hendak mendiskreditkan Pemerintah.  Jika diurut dari yang paling besar sampai paling kecil kemungkinannya, maka analisis Mas Bayu mengindikasikan urutan ini:  Istana, PDIP, FUI, Pihak Lain.
Sekarang, bagaimana kalau kita coba balik urutannya menjadi: Â Pihak Lain, FUI, PDIP, Istana? Alasannya begini. Â
Pertama, soal kemungkinan Istana atau Presiden jokowi sebagai pemrakarsa. Â Kalau melihat modusnya yang "terkamuflase", kecil kemungkinannya Istana, atau Presiden Jokowi, Â "mendalangi" kegiatan bagi-bagi sembako semacam itu. Dari kasus sebelumnya, seperti di Sukabumi, Presiden Jokowi bukan orang yang suka "sembunyi-sembunyi". Â
Alasan pembagian sembako untuk meringankan beban rakyat karena harga sembako naik menjelang Bulan Puasa menurut saya kurang kuat. Karena sudah ada program terstruktur untuk itu.  Setahu saya, sekarang ini misalnya sedang dilaksanakan Gerakan  Stabilisasi Harga Pangan secara nasional dengan melibatkan BUMN-BUMN pangan. Antara lain dengan menjual beras seharga di bawah Rp 9,000 per kg.
Lagi pula, terlalu kecil dampak positifnya dan terlalu besar dampak negatifnya bagi kepentingan politik Presiden Jokowi untuk mendukung kegiatan pembagian sembako dengan meminjam "tangan" FUI seperti itu. Lagi pula, seberapa sih dampak "meringankan beban rakyat" yang bisa diharapkan dari membagi misalnya 400,000 paket sembako? Â
Jika Presiden Jokowi mau, maka dia akan lebih memilih kelompok-kelompok relawan Jokowi yang sudah "diakui" untuk melakukan pembagian sembako semacam itu  secara nasional.  Boleh kan relawan Jokowi bagi-bagi sembako?  Mereka kan semacam LSM juga.