Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tafsir Makna Ujaran "Hoaks Membangun" dari Kepala BSSN

5 Januari 2018   05:58 Diperbarui: 5 Januari 2018   16:19 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Djoko Setiadi saat dilantik Jokowi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Nasional, Rabu (3/1/2018).(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Usai dilantik Presiden menjadi Kepala BSSN tanggal 3 Januari 2018, Djoko Setiadi langsung melontarkan ujaran kontroversial tentang "hoaks membanguan".

Kata Pak Djoko, hoaks itu ada yang positif dan negatif. Kalau hoaks membangun, artinya hoaks positif, maka boleh-boleh saja. ("Kepala Badan Siber: Kalau "Hoax" yang Membangun, Silahkan Saja", KOMPAS.com, 3/1/18).

Ujaran Kepala BSSN itu langsung menjadi trending topic di dunia maya. Di tengah gencar-gencarnya gerakan antihoaks, ujaran itu membuat bingung netizen.

Hoaks ya hoaks, kabar bohong, sudah pasti gak membangun. Kira-kira begitu reaksi publik, sambil mempertanyakan kompetensi Pak Djoko di bidang siber.

Penjelasan lanjut Pak Djoko tentang hoaks membangun itu justru menambah kebingungan, karena dikacaukan dengan pengertian kritik. Katanya, sebagai contoh, mengkritik pembangunan infrastruktur yang berdampak kemacetan di Jakarta itu adalah contoh hoaks membangun. ("Persilahkan Hoaks yang Membangun, Ini Penjelasan Kepala Badan Siber, KOMPAS.com, 3/1/18).

Belakangan Kepala BSSN minta maaf, katanya ujarannya itu hanya untuk pancingan. Tes reaksi publik untuk mengukur kepekaan umum. Sambil dia minta maaf karena ujarannya telah menimbulkan kebingungan yang riuh. ("Tes Reaksi Publik Soal #HoaxMembangun, Kepala Badan Siber Minta Maaf", KOMPAS.com, 4/1/18).

Foto: Tribunnews.com
Foto: Tribunnews.com
Kepala BSSN hanya sekadar tes reaksi publik? Terlalu naif kalau percaya begitu saja.

Ujaran pejabat setingkat Kepala BSSN pastilah bukan sekadar tes. Pasti ada pesan di baliknya yang hendak dikirim ke publik. Katema itu ujaran "hoaks membangun" itu "by design".

Apa lagi Pak Djoko mestinya sudah tahu bahwa seperti ditegaskan Menkominfo Rudiantara, BSSN sejatinya tak bertugas menangani hoaks, melainkan fokus pada keamanan siber. ("Menkominfo: Tugas Badan Siber Bukan Tangani Hoaks", kompas.com, 4/1/18).

Jadi kalau sampai Kepala BSSN bicara hal di luar tugasnya, berarti ada indikasi maksud terselubung.

Untuk mengetahui maksud terselubung itu maka perlu tafsir mendalam atas ujaran Kepala BSSN. Pertanyaanya, pesan apa yang hendak disampaikan melalui ujaran "hoaks membangun" itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, lebih dulu harus dipastikan kata "membangun" itu dari sudut kepentingan siapa.

Untuk itu perlu mengingat lagi istilah "kritik membangun" di mada Orde Baru. Itu dimaksudkan sebagai kritik yang bersifat mendukung kebijakan dan program pemerintah tanpa menyalahkan pemerintah.

Misalnya mengritik bahwa Program KB kurang berhasil karena rendahnya kesadaran kaum ibu, sehingga perlu ditingkatkan penyuluhan.

Atau mengkritik swasembada beras belum tercapai karena adopsi benih unggul oleh petani masih rendah, sehingga perlu bimbingan terstruktur berupa BIMAS.

Perhatikan pada dua contoh itu bahwa masalahnya bukan pada pemerintah tapi di masyarakat. Itulah pengertian kritik membangun.

Perhatikan bahwa Pak Djoko sempat memberi contoh "hoaks membangun" yang sebenarnya bermakna "kritik membangun". Kritik yang tak menyalahkan pemerintah, tapi mendukung dengan tawaran solusi.

Jadi, seperti "kritik membangun" maka istilah "hoaks membangun" mesti dilihat dari sisi kepentingan pemerintah yang berkuasa. Istilah umum yang konotasinya bisa bermakna "hoaks membangun" adalah "propaganda".

Maka, jika sebuah pernyataan tanpa dasar yang valid dimaksudkan sebagai propaganda untuk mendukung pemerintah berkuasa maka dia masuk kategori "hoaks membangun".

Hoaks semacam itu lazim terjadi dalam konteks "perang idiologi". Pendukung komunisme menebar hoaks tentang kebobrokan kapitalisme, dan sebaliknya juga begitu. Masing-masing pihak menebar hoaks demi tegaknya idiologi sendiri.

Untuk lebih membumi, ambil contoh hasil survei kepuasan terhadap kinerja seorang petahana gubernur. Misalkan ada lembaga survei independen yang merilis tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja gubernur itu pada angka 65 persen. Maka, dengan suatu manipulasi metode, lalu lembaga survei lain yang pro-gubernur merilis angka tandingan 85 persen.

Angka 85 persen ini hoaks karena ada manipulasi metode yang menghasilkan angka yang invalid. Tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Tapi informasi itu mendukung gubernur berkuasa, sehingga kategorinya menjadi "hoaks konstruktif".

Indikasi "hoaks membangun" dengan demikian sederhana saja: pernyataan mendukung penguasa dengan dasar data invalid. Di masa Orde Baru hoaks membangun semacam ini sangat melimpah dalam bentuk laporan "ABS" (Asal Bapak Senang).

Berdasar uraian di atas, maka bisa ditafsir bahwa makna di balik ujaran Kepala BSSN tentang "hoaks membangun" itu adalah sebuah pesan agar "jangan mengungkap keburukan pemerintah yang berkuasa di ruang publik".

Perlu diingat kita sekarang memasuki "Tahun Politik 2018". Ini tahun yang rawan serbuan hoaks untuk menjatuhkan citra pemerintah yang berkuasa, khususnya Presiden Jokowi, dalam rangka Pilpres 2019.

Pesan terselubung "hoaks membangun" itu wajar-wajar saja dikirim oleh seorang Pembantu Presiden. Menjadi tidak wajar jika itu dimaksudkan sebagai peringatan untuk memberangus kritik pada pemerintah khususnya Presiden?

Jika hal terakhir ini yang terjadi, maka ujaran "hoaks membangun" itu bermakna dentang pertama lonceng kematian demokrasi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun