Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jakarta dari "Pelayanan" Ahok ke "Pergerakan" Anies?

4 Juni 2017   16:15 Diperbarui: 9 Juni 2017   14:58 3436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang jelas, dia terkesan meremehkan kualitas pimpinan sebagai “pelayan”, dengan mengatakan, “Republik ini tidak pernah didirikan oleh para pelayan. Republik ini dibangun oleh para penggerak. Orang yang datang menggerakkan warganya untuk membereskan masalah. Itu spirit gerakan.”

Saya kira, Anies pura-pura lupa bahwa para pendiri Republik ini dulu bukan pemerintah, tapi pejuang kemerdekaan dari sebuah “bangsa yang dijajah”. Maka tidak ada jalan lain untuk merdeka kecuali melalui gerakan perjuangan kemerdekaan, suatu gerakan revolusi. Argumen Anies dengan demikian menjadi tidak relevan.

Contoh yang dikemukakannya, yaitu pengerahan potensi rumah warga di Malang sebagai penginapan untuk peserta Olimpiade Matematika juga tidak sepenuhnya relevan. Sebab yang terjadi di situ sejatinya adalah mobilisasi sumber daya masyarakat untuk mendukung pelaksanaan event Olimpiade. Itu bukan gerakan yang lahir dari warga sendiri.

Mungkin lebih relevan jika Anies menyebut gerakan Indonesia Mengajar yang diinisiasinya dulu sebagai contoh. Ini memang sebuah gerakan, walau sifatnya elitis, bukan sesuatu yang muncul dari “akar rumput”, sehingga tidak langgeng.

Saya belum tahu akan bagaimana pendekatan “gerakan”, yang aslinya adalah pendekatan LSM, itu akan diterapkan pemerintahan Anies nanti di Jakarta. Karena Anies sendiri sejauh ini belum pernah menjelaskan detil pendekatannya.

Tapi terpikir oleh saya, bahwa pendekatannya mungkin kurang lebih seperti pendekatan “partisipatif” ala Orde Baru. Dulu pemerintahan Soeharto pernah sangat getol menggunakan pendekatan ini. Maka diluncurkanlah misalnya Gerakan Seribu Minang, Gerakan Bangun Desa, Gerakan Peningkatan Pendapatan Daerah, Gerakan KB, dan lain sebagainya.

Apakah gerakan-gerakan itu sungguh menggalang partisipasi asli masyarakat? Tidak. Semuanya bersifat elitis, dengan pelaku utama kalangan pemerintah dan politisi.

Dengan menyebut sifat elitis itu, sekaligus saya menunjukkan salah satu kelemahan pendekatan “ gerakan”. Kelemahan lainnya adalah sifatnya yang sektoral dan temporal. Mengatasi masalah tertentu pada waktu tertentu.

Contoh ekstrim gerakan adalah GNPF yang mengorganisir aksi 212 dan aksi lainnya. Fokusnya sangat spesifik dan sesaat, yaitu menolak Ahok sebagai Gubernur Jakarta. Setelah Anies terpilih jadi Gubernur, dan Ahok masuk penjara, maka gerakan ini sebenarnya telah kehilangan urgensi dan relevansinya.

Maka baiklah menunggu bagaimana Anies akan menerapkan pendekatan “gerakan” itu nanti dalam pembangunan Jakarta. Mudah-mudahan gagasan itu bukan sekadar bagian dari semangat de-ahokisasi Jakarta. Semata-mata karena slogan “Kami Pelayan Rakyat” itu digagas oleh Ahok.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun