(Humor Revolusi Mental #111)
Tak hanya kemenangan, sebuah kekalahan juga ada nilainya.
Bahkan, untuk maksud tertentu, ada kalanya sebuah kekalahan menjadi pilihan yang lebih rasional ketimbang sebuah kemenangan.
Tak percaya? Pengalaman Frans mungkin bisa bikin terang soal ini.
Suatu hari di tahun 1991, dalam rangka penelitian, Frans dan Piet menginap di sebuah hotel di pusat kota Ende, Flores.
Sore hari, selepas menemui sejumlah informan, Frans duduk istirahat di teras kamar hotel sambil mengutak-atik perangkat catur yang tersedia di atas meja.
“Heeii, Bapaak! Suka catur, kah? Mari, saya temani main.” Tiba-tiba saja seorang lelaki paruh baya muncul di hadapan Frans, menyapa ramah, dan langsung duduk di kursi seberang meja.
“Saya suka catur,” lanjut lelaki itu, sambil menata biji-biji catur di atas papannya, tanpa menunggu persetujuan Frans.
“Bapak putih, saya hitam. Mari, Bapak mulai dulu.” Lelaki itu mempersilahkan Frans mengawali langkah.
Langkah pertama diambil, selanjutnya mengalir begitu saja. Frans dan lelaki itu larut bermain sambil ngobrol akrab layaknya sudah kenal lama.
Skakmat! Skakmat! Skakmat! Skakmat! Skakmat! Tak terasa lima ronde permainan sudah terlewatkan. Hebatnya lagi, semua untuk kemenangan Frans.
“Heeih, Bapak hebat sekali. Tapi ini sudah senja. Saya harus pulang, Bapak,” kata lelaki itu di ujung kekalahannya yang kelima kali.
Cuping hidung Frans langsung mekar dipuji hebat.
“Tapi begini, Bapak. Saya tadi sebenarnya disuruh isteri untuk jual ini kain tenun. Bapak tolong belilah. Butuh uang beli beras, Bapak,” lanjut lelaki itu sambil menawarkan selembar kain tenun Sumba yang sudah agak tua. Rupanya dia adalah penjaja yang sering menawarkan barang kepada tetamu hotel.
Cuping hidung Frans langsung balik kuncup ditodong beli kain.
“Heeih, untuk Bapak saya kasih murah, sudah. Limapuluh ribu, jadi sudah,” cecar lelaki itu menutup kesempatan Frans berpikir waras.
“Waduh, pantesan dia kalah terus tadi. Ada udang di balik batu rupanya,” bathin Frans agak memelas sambil memandangi kain tenun Sumba di pangkuannya, sesaat setelah lelaki tadi menghilang dengan uang limapuluh ribu rupiah di sakunya.
“Heei, Frans, hati-hati kau. Dewa olahraga dan dewa perdagangan itu sama, Hermes,” teriak Piet yang sedari tadi rupanya mengamati kejadian itu dari pintu kamarnya.(*)
#Pesan revolusi mental: “Lupakan kemenangan jika itu berarti membayar biaya kekalahan lawan.”
*)Ilustrasi "Dua Lelaki Main Catur", diambil dari Chees.com/heri sudriana.