Mohon tunggu...
Ms  Tina
Ms Tina Mohon Tunggu... Guru - I am a rural teacher

Pendidikan = jantung pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Praktik Baik dalam Merdeka Belajar: Tuntaskan Buta Aksara Melalui Pendidikan Nonformal

31 Mei 2023   22:51 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:04 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ketika mengajar di Mentawai/Dok Pribadi

Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Menurut UNESCO, minat baca Indonesia sangat rendah, hanya 0,001 % yang artinya dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. 

Fenomena ini akan berbeda cara menanganinya jika di kota dan di pedalaman. Tulisan saya ini saya fokuskan pada kondisi literasi di sekolah-sekolah yang ada di pelosok Indonesia dan bagaimana peran program pendidikan nonformal mampu mendobrak semarak merdeka belajar untuk menuntaskan buta aksara. 

Mustahil bisa melek literasi kalau siswa tidak mengenal abjad sama sekali. Perkenalkan, saya Astina Hotnauli Marpaung lulusan S1 Pendidikan Luar Sekolah dari Universitas Riau. 

Saya pernah menjadi guru pedalaman selama 3 tahun. Tahun pertama penempatan di Nias Selatan (Sumatera Utara), tahun kedua di Timor Tengah Selatan (NTT), tahun ketiga di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat) dan di bawah ini saya paparkan apa saja praktik baik merdeka belajar yang saya lakukan melalui bimbel sore dan malam untuk menuntaskan buta aksara.

Mengajar mengubah hidup, mengajar memberi hidup dan mengajar juga mendedikasikan hidup.

Selama menjadi guru pedalaman, metode mengajar, media belajar dan bahan ajar yang saya terapkan itu sama di semua daerah karena kasus yang harus dibantu dari tiap siswa hampir sama di semua daerah penempatan saya yaitu buta aksara karena masih banyak siswa kelas 4 sampai kelas 6 SD yang tidak kenal huruf sama sekali, minat belajar sangat rendah, tidak punya cita-cita dan kesadaran akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah. 

Tetap bisa mengikuti pelajaran di sekolah, maka solusi yang saya lakukan adalah mengadakan bimbel (bimbingan belajar) siang hari di sekolah dan malam hari di rumah siswa untuk siswa yang sangat jauh ketinggalan pelajaran karena kondisi tertentu. 

Untuk bimbel, saya mengelompokkan anak berdasarkan tingkat kemampuan literasi mereka. Kelas huruf-huruf untuk siswa yang belum kenal huruf, warna dan angka. Kelas kata-kata untuk siswa yang sudah bisa mengeja dua suku kata. 

Kelas baca-baca untuk siswa yang sudah bisa membaca. Kelas mandiri untuk siswa yang sudah lancar membaca dan kategori sudah bisa menjadi guru untuk membantu adik kelas atau temannya yang masih kelas huruf-huruf. Kelas Matematika dan kelas Bahasa Inggris dasar juga saya bagi berdasarkan kemampuan anak-anak dengan memperbanyak soal cerita untuk tujuan terbiasa dengan gemar membaca. 

Selain menggunakan buku paket, saya lebih sering menggunakan media dari alam seperti daun untuk kolase, bambu kecil yang disusun membentuk huruf, ranting kering untuk menempelkan huruf dengan dua suku kata dan kardus bekas yang sudah saya tulis huruf dan angka kemudian saya tutup keliling dengan lakban bening. Ketika belajar mengenal huruf, saya menggunakan metode bernyanyi supaya anak-anak mudah mengingat dan memahami.

Mengapa program pendidikan nonformal (bimbel) yang menjadi jawaban untuk permasalahan buta aksara tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun