Mohon tunggu...
Ms  Tina
Ms Tina Mohon Tunggu... Guru - I am a rural teacher

Pendidikan = jantung pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Fiberman Laia dari Hilimbuasi, Nias Selatan

6 Juli 2020   19:47 Diperbarui: 7 Juli 2020   08:19 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok pribadi Ms. Tina


Ciatttt.......hiyaaaa....Teriakan seperti dicekik tiba-tiba memecah suasana hening di kelas. Sumber suara berasal dari si kecil kelas III yang biasa kupanggil "pudanku" yang artinya bungsu dalam bahasa Batak.

Dia memang sering berteriak tiba-tiba. Huh. Bajunya selalu kotor sampai berubah warna menjadi hitam kecokelatan. Tak hanya pada musim hujan, ia selalu pakai sendal jepit di musim apa saja. Tas merahnya selalu digendong setiap jam istirahat maupun sebelum jam pelajaran dimulai.

Tas kecil bermotif Tayo bus kecil yang katanya ramah itu dipenuhi oleh peniti supaya tetap bisa digunakan meski sebenarnya sudah tidak layak pakai lagi.

Teman-temannya memanggilnya Fibe, seperti biasa orang Nias pada umumnya, konsonan dihilangkan jika tidak diikuti oleh vokal.Fiberman Laia, anak ketiga dari 6 bersaudara. Putra dari pasangan Aperidi Laia dan Sudiamii Waruwu.

Ia lahir di Hilimbuasi pada 10 Juni 2010, saat ini usianya 9 tahun. Ia tinggal bersama kakek, nenek, paman dan kakaknya di desa Hilitalua, menyeberangi sungai jika ke sekolah. Kedua orangtua dan 3 saudaranya merantau di seberang atau di luar kepulauan Nias.

Tetapi 2 bulan terakhir ini, ia sudah 3 kali lari meninggalkan rumah di Hilitalua ke Hilimbuasi, ia bermaksud akan tinggal bersama nenek yang merupakan ibu dari ayahnya. Menarik, ia hanya membawa tubuh dan pakaian yang melekat di tubuhnya.

Setiap kali ditanya mengapa dia kabur lagi dari rumah Hilitalua, ia akan jawab "aku capek kali disana, terus dipaksa ke ladang menderes padahal temanku semuanya main-main. Kalau di Hilimbuasi aku bisa belajar ke rumah guru tangan pengharapan karena dekat."

Kira-kira begitulah jawabannya dalam terjemahan Bahasa Indonesia, karena sebenarnya ia belum lancar berbahasa Indonesia.

Kebersihan dan kerapihannya berubah setelah ia tinggal di Hilimbuasi. Kotoran di mata, kotoran di hidung dan di  mulut, semuanya hilang, ia tampak segar dan bersih, jauh berbeda dari sebelumnya. Hanya saja tak sampai sebulan, ia sudah dijemput paksa oleh kakeknya yang di Hilitalua. Meski tidak senang, mau tidak mau, ia hanya bisa menurut sambil menangis.

Juli 2019, mula pertama saya mengenalnya di kelas I. Wajahnya selalu murung dan setiap hari ia tidur di kelas dengan tangan sebagai pengganti bantal. Benar saja, ia seperti tidak ada gairah melakukan apapun selain tidur, motivasi dan minat belajarnya rendah. Saat itu ia tidak bisa berbahasa Indonesia, tidak kenal huruf tetapi bisa menulis, tidak bisa baca dan tidak bisa hitung.

Uniknya, ia selalu menulis nomor 4 untuk huruf u. Saat ia tidur di kelas, saya duduk di sampingnya dan kutunggu sampai ia bangun sambil mengajari yang lainnya. Mula-mula kutanya nama, kemudian bercengkerama, tentu saja saya butuh penerjemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun