Mohon tunggu...
Agung Nugroho
Agung Nugroho Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman IPB

Wonogiri, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Merancang Pertanian 2030

11 Agustus 2020   20:56 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:04 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai negara tropis dengan dua musim, Indonesia dilimpahi berkah kesuburan tanah yang mendukung tumbuhnya berbagai macam jenis tumbuhan. Gugusan gunung berapi memberikan bahan-bahan penyubur tanaman yang luar biasa kaya. 

Selain itu berbeda dengan negara empat musim, Indonesia dilalui garis khatulistiwa yang mendapatkan sinar matahari yang cukup dan konsisten sepanjang hari, sepanjang tahun, dan kita tahu bahwa bercocok tanam adalah usaha manusia dalam memanen energi radiasi matahari untuk menghasilkan pangan dan serat. Bentang alam nusantara yang beraneka ragam menjanjikan berbagai komoditas tanaman yang bisa dibudidayakan.  Indonesia punya keunggulan besar untuk mengembangkan pertanian. Tidak heran 'tongkat kayu dan batu jadi tanaman'.

Tidak hanya sebagai sumber pangan dan sumber devisa, sektor pertanian menjadi penopang kegiatan ekonomi masyarakat kebanyakan. Sebanyak 34% pekerja Indonesia menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian, tertinggi diantara jenis pekerjaan lainnya. Sebagian besar masyarakat Indonesia di perdesaan bergantung dari sektor ini (Survey Angkatan Kerja Nasional 2013) . 

Sayangnya, sebagian besar mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP) menggambarkan kesejahteraan petani yang belum seperti yang diharapkan. Saat ini, pertanian Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Salah-satu kendala yang dihadapi berkaitan dengan mentalitas pertanian yang telah terbentuk di masyarakat. 

Tidak hanya sebagai sumber pangan dan sumber devisa, sektor pertanian menjadi penopang kegiatan ekonomi masyarakat kebanyakan. Sebagian besar masyarakat Indonesia di perdesaan bergantung dari sektor ini. Rendahnya Nilai Tukar Petani menggambarkan kesejahteraan petani yang belum seperti yang diharapkan. 

Saat ini, pertanian Indonesia masih menghadapi kendala baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam, kendala yang dihadapi salah satunya berkaitan dengan optimalisasi yaitu seiring semakin meningkatnya eksplorasi hasil-hasil bumi, berbagai fenomena alam pun telah mengganggu produktivitas hasil pertanian.

Sejarah awal tragedi

Sejarah mencatatkan program pertanian Indonesia setelah proklamasi yang telah dilakukan sejak orde lama telah membentuk pola mental pertanian di masyarakat yang kuat mencengkeram. Indonesia telah membuat gerakan secara nasional semenjak awal kemerdekaan. Sebut saja program (KOGM) Komando Operasi Gerakan  Makmur tahun 1959-1961, Panca Usaha Tani tahun 1663, gerakan Denmas SSBM (Demonstrasi Massal Swa Sembada Bahan Pangan), kemudian berkembang menjadi Bimas SSBM.

Program yang dibuat memang memberikan hasil yang menggembirakan saat itu. Pada awalnya program Bimas  ini didanai sepenuhnya oleh pemerintah, tetapi karena keterbatasan dana dan makin meluasnya lahan pertanian yang menjadi peserta program ini maka pemerintah mengintroduksi Program Bimas Gotong Royong (Bimas GR). Program ini melibatkan kerjasama dengan beberapa perusahaan pestisida untuk membantu program. 

Perusahaan ini menyediakan dana berupa paket sarana produksi (benih, pupuk, dan insektisida), serta uang sebagai biaya hidup, upah pemberantasan hama, lampu perangkap hama (lights trap), dan alat-alat penunjang untuk penyuluhan. Dana ini diberikan dalam berntuk kredit tanpa bunga (Fakultas Pertanian IPB 1992).  

Inilah awal tragedi penggunaan pestisida yang luar biasa  pada pertanian di Indonesia. Karena dari sini kemudian terbentuk dalam mental petani bahwa pertanian harus menggunakan pestisida. Bahkan pada beberapa komoditas, penggunaan pestisida sangat intensif; sebelum ada serangan hama maupun penyakit, petani sudah menyemprotkan pestisida untuk melindungi tanamannya bahkan ada yang sampai 1-2 kali seminggu ( Poerwanto dan Syukur 2015). Adanya pestisida memberi dampak buruk bagi lingkungan dan berbagai interaksi biota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun