Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebenaran Bukan Sekedar Angka-Angka

26 Januari 2023   13:09 Diperbarui: 26 Januari 2023   13:13 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah ruangan, tampak sepuluh orang pemuda sedang berdiskusi. Terdengar suara-suara dengan intonasi yang berbeda-beda. Masing-masing peserta mengungkapkan pendapatnya disertai alasan dan dalil-dalil pendukungnya. Rupanya mereka sedang berdiskusi tentang bentuk planet bumi, apakah datar atau bulat.

Dari diskusi yang terjadi, ada tiga orang yang berpendapat jika bumi adalah bulat, sementara tujuh orang lainnya adalah penganut bumi datar. Diskusi tersebut tidak menghasilkan kesimpulan apapun, apalagi melakukan voting untuk menentukan pendapat siapa yang paling benar, apakah penganut bumi bulat, ataukah bumi datar yang justru benar. Kalau kebenaran tentang bentuk bumi ditentukan melalui voting, maka dalam diskusi tersebut pasti bumi datar yang menang mengingat penganut pendapat tersebut tujuh orang, dibandingkan bumi bulat yang cuma tiga orang.

Seringkali kita menganggap bahwa kebenaran itu adalah masalah angka-angka. Artinya jikalau yang setuju dengan suatu pendapat atau topik lebih banyak daripada yang tidak setuju maka pendapat yang dianut oleh lebih banyak orang yang setuju itulah yang benar. Kenyataannya tidak seperti itu, kebenaran bukanlah sekedar angka-angka, pendapat mayoritas orang belum tentu lebih benar daripada yang minoritas.

Kebenaran tidak ditentukan mayoritas, tapi dari kuatnya data, fakta, dan dalil pendukung atas suatu pendapat. Teori Nicolaus Copernicus pada abad ke -15 yang menyatakan matahari sebagai pusat tata surya dan bumi berputar mengeliliinginya atau yang lebih dikenal sebagai teori heliosentris pada awal mulanya juga mendapat tentangan dari banyak orang. Bahkan Galileo Galileo yang mendukung dan mengembangkan teori Copernicus sampai mendapat hukuman karena teori Heliosentris. Pada saat itu pandangan masyarakat luas dan otoritas gereja berpandangan bahwa teori yang benar dan dipakai adalah geosentris, yang berkebalikan dengan heliosentris.

Seorang Copernicus dan Galileo adalah orang-orang yang memiliki pendapat berbeda dengan mayoritas orang-orang bahkan dengan otoritas penguasa tentang apa yang menjadi pusat semesta atau tata surya, bumi ataukah matahari. Kalau geosentris dipandang sebagai kebenaran tunggal, maka mungkin sistem kalender matahari seperti masehi tidak akan berkembang luas dan dipakai di seluruh dunia.

Hal ini sama halnya dengan apa yang di alami oleh para nabi-nabi sebelum kita lahir. Jejak mereka pada saat menyebarkan risalah keTuhanan pada masyarakat dan kaumnya selalu mendapat penolakan, bahkan perlawanan. Apa yang para nabi/rasul sampaikan berbeda dengan keyakinan, pendapat yang masyarakat anut dan praktekan pada saat itu. Tantangan para nabi/rasul dari masyarakat pada awal-awal dakwahnya pasti besar. Namun para nabi dan rasul tersebut senantiasa konsisten menyampaikan kebenaran "versi" mereka pada kaumnya, sehingga bisa merubah kehidupan masyarakat dan diikuti oleh banyak orang hingga sampai sekarang.

Jadi banyak sedikitnya, besar kecilnya orang yang setuju akan pendapat seseorang tidak lantas menjadikan pendapat itu otomatis benar. Bisa saja satu orang yang tidak kita perhitungkan, bukan siapa-siapa, namun memiliki pendapat yang berbeda namun justru pendapatnya lah yang paling mendekati kebenaran. Para Nabi yang kita yakini dan percayai telah membuktikan hal tersebut, jauh berabad-abad lampau.

Oleh karena kebenaran bukan soal angka-angka, maka perlu bagi kita untuk tidak memonopoli kebenaran, apalagi menyalahkan orang dengan pendapat berbeda. Perbedaan-pendapat dan penafsiran yang berbeda akan sesuatu hal justru akan memperkaya literasi pemikiran dan memperluas pengetahuan kita. Meskipun pada akhirnya tetap ada satu pendapat yang kita ikuti, percayai dan imani. Tak menjadi soal untuk berbeda pendapat selama ada dalil, dasar, atau fakta atas apa yang kita yakini kebenarannya.

Ilmu Allah itu sangat luas, dan barangkali kita baru sangat sedikit untuk menguasai dan memahaminya. Karena keterbatasan kita akan ilmu Allah maka tidak semestinya menjadikan manusia sombong dan menjadikan dirinya lebih tinggi/pintar dari manusia lainnya. Semoga dengan kerendahan hati ini bisa menjadikan manusia lebih mendekati "kebenaran", bukan semata-mata sekedar mengikuti kebenaran milik orang banyak.

"Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (Q.S. Al Kahfi ayat 108).

MRR, Jkt-26/01/2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun